Anda Pengunjung Ke-

free counter

Konsultasi Peternakan

KILAS INFORMASI

KAMI SIAP MENDAMPINGI ANDA
SILAHKAN DIPILIH JASA PELATIHAN DIBIDANG PETERNAKAN
KONTAK KAMI SEGERA Dedy Winarto,S.Pt,M.Si CONTACT PERSON: 0853 2672 1970 E-mail : dedy_good@yahoo.co.id>

LINK JURNAL

PERUSAHAAN PETERNAKAN

TUKAR LINK/BANNER

Topik yang menarik dalam website ini?

free counters
"SELAMAT DATANG DIWEBSITE KILAS PETERNAKAN, MEDIA ONLINE SEPUTAR DUNIA PETERNAKAN ANDA"

PENGUMUMAN

KRITIK DAN SARAN KONTEN WEB
Jika Konten Web tidak berkenan atau Dilarang Oleh Pemerintah
Kirim e-mail: Dedy_good@yahoo.co.id
Web ini hanya sebagai sarana berbagi Informasi, Pengetahuan dan wawasan Semata. Informasi Lebih lanjut Tlp 0853 2672 1970(No SMS).
SEMOGA BERMANFAAT

Rabies & Penyebarannya

Tuesday, March 03, 2009

MODEL INSEMINASI BUATAN DENGAN SUPEROVULASI
Oleh Dedy Winarto

Teknologi Inseminasi Buatan (IB) pada hewan peliharaan telah dilakukan dari sejak dahulu kala, pada tahun 1780, Lazarro Spallanzani dari Italia telah berhasil melakukan IB pada anjing. Teknologi pengembangbiakan hewan ini telah begitu populer penerapannya pada sapi dan cukup berhasil di berbagai negara, termasuk Indonesia. Dewasa ini, teknologi IB ini telah berkembang untuk dapat diterapkan ke berbagai ternak tidak hanya kambing, domba dan unggas tetapi telah mulai diterapkan pada kelinci.
Kelinci merupakan salah satu alternatif aneka ternak untuk dapat memenuhi kebutuhan protein hewani yang terus meningkat di Indonesia, terutama di daerah rawan gizi di daerah pedesaan maupun perkotaan.
Kelinci mendukung untuk dikembangkan di daerah dengan populasi penduduk relatif tinggi. Adanya penyebaran kelinci juga menimbulkan sebutan yang berbeda, di Eropa disebut rabbit, Indonesia disebut kelinci, Jawa disebut trewelu. Secara umum kelinci dikenal sebagai hewan prolifik (beranak banyak) yang mampu berkembangbiak secara cepat, sehingga dipandang sebagai penghasil daging alternatif yang cukup efisien, selain penghasil kulit, dan bulu yang baik. Pada kondisi lingkungan menunjang, kelinci mampu melahirkan 10-11 kali/tahun dengan rata-rata 6-7 anak per kelahiran dan beranjak dewasa pada umur 6 bulan
Di Magelang sebagai salah satu sentra budidaya kelinci di Jawa Tengah pada tahun 2006 tercatat ada 1800 KK yang memiliki usaha budidaya tersebut. Taruhlah peternak cuma memiliki 1 pasang kelinci misalnya, dari 1.800 pasang kelinci akan melahirkan 6 kali/tahun dan beranak 6 ekor, maka dalam satu tahun akan menjadi 64.800 ekor kelinci. Perkembangbiakan (reproduksi) kelinci memegang peranan penting untuk dapat meningkatkan populasi, dengan demikian produksi daging, kulit dan bulu yang diharapkan mampu menopang kebutuhan pasar, membantu menopang ekonomi keluarga serta mendukung program pemerintah tentang kecukupan daging 2010. Selain itu, hasil ikutan masih dapat dimanfaatkan untuk pupuk, kerajinan dan pakan ternak.
Ada banyak jenis kelinci yang ada di dunia. Jenis yang umum diternakkan adalah jenis Angora, American Chinchilla, Belgian, Californian, Dutch, English Spot, Flemish Giant, Havana, Himalayan, New Zealand Red, White dan Black, Rex Amerika Swissfok, Smoke pearl, satin, Paprika, Lyon, dan Hotot. Kelinci lokal yang ada sebenarnya berasal dari Eropa yang telah bercampur dengan jenis lain hingga sulit dikenali lagi.

Permasalahan Reproduksi

Kelinci betina secara umum segera dikawinkan ketika mencapai dewasa pada umur 5 bulan (betina dan jantan). Bila terlalu muda kesehatan terganggu dan mortalitas anak tinggi. Bila pejantan pertama kali mengawini, sebaiknya kawinkan dengan betina yang sudah pernah beranak. Waktu kawin pagi/sore hari di kandang pejantan dan biarkan hingga terjadi 2 kali perkawinan, setelah itu pejantan dipisahkan. Setelah perkawinan, kelinci akan mengalami kebuntingan selama 30-32 hari. Kebuntingan pada kelinci dapat dideteksi dengan meraba perut kelinci betina 12-14 hari setelah perkawinan, bila terasa ada bola-bola kecil berarti terjadi kebuntingan. Lima hari menjelang kelahiran induk dipindah ke kandang beranak untuk memberi kesempatan menyiapkan penghangat dengan cara merontokkan bulunya. Kelahiran kelinci sering terjadi pada malam hari dengan kondisi anak lemah, mata tertutup dan tidak berbulu.
Namun demikian, ada beberapa jenis kelinci yang memiliki permasalahan reproduksienis kelinci memiliki salahan. dunia. didaya kelinci di Jawa Tengahsia, arakat.. Rendahnya reproduktivitas kelinci anggora misalnya yang dikawinkan secara alami jika dibandingkan dengan jenis lain di Indonesia harus bisa diatasi, mengingat tingginya peminat jenis kelinci ini di masyarakat baik sebagai hobi maupun budidaya untuk dikonsumsi dalam rangka pemenuhan gizi. Kelinci anggora merupakan salah satu jenis kelinci yang dipelihara di Indonesia sebagai tipe dwiguna untuk menghasilkan bulu dan daging yang berkualitas. Prospek pemeliharaan kelinci sebagai penghasil bulu dimasa yang akan datang, dipandang sangat cerah dengan berkembangnya beberapa industri kerajinan dengan bahan dasar kulit dan bulu kelinci.

Model IB dengan Superovulasi

Rendahnya reproduksi pada kelinci anggora yang dikawinkan secara alami diduga disebabkan oleh masalah libido, kualitas sperma pejantan dan angka ovulasi induk yang masih rendah. Oleh karena itu diperlukan adanya campur tangan manusia untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut diantaranya dengan melalui peningkatan kualitas pakan dan inseminasi buatan (IB). Teknik inseminasi buatan (IB) pada kelinci dilakukan dengan melakukan penampungan sperma pejantan berkualitas dan menginseminasikan ke betina yang telah dilakukan superovulasi terlebih dahulu dapat mengatasi masalah reproduktivitas kelinci anggora yang rendah ini. Dengan demikian anak kelinci yang dihasilkan per induk per kelahiran akan lebih banyak dan mampu meningkatkan populasi jenis kelinci ini secara signifikan.
Superovulasi merupakan upaya memperoleh ovum (sel telur) yang fertil dalam jumlah banyak dengan cara merangsang pertumbuhan folikel dan ovulasi menggunakan hormon. Model superovulasi yang dilakukan yaitu dengan menggunakan kombinasi hormon PMSG dan HCG. Pregnant Mare Serum Gonadotrophin (PMSG) mempunyai aktivitas biologis seperti FSH (Folikel Stimulating Hormon) yang diharapkan mampu meningkatkan jumlah folikel yang tumbuh menjadi folikel Degraf banyak dan Human Chorionic Gonadotrophin (HCG) seperti LH (Luteinizing Hormone) berperan merangsang folikel Degraf untuk menghasilkan sel telur (ovum) yang fertil..
Berdasarkan data dari beberapa hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa volume semen yang diperoleh pada kelinci rata-rata 0.5 – 0.8 ml yang dipengaruhi oleh faktor kelinci sebagai pejantan yang belum terbiasa dan faktor gizi nutrisi sebelumnya. Keberhasilan IB dipengaruhi salah satunya dosis IB dengan konsentrasi sperma yang cukup dan motil progresif mendukung keberhasilan IB nantinya. Rata-rata konsentrasi sperma kelinci 300 x 106/ml tetapi dapat juga mencapai 750 x 106/ml. Dosis IB pada kelinci minimal 1 juta dalam satu kali IB. Dalam volume semen 0.7 ml/ejakulasi terdapat konsentrasi sperma sebanyak 250 juta. Dosis satu kali inseminasi pada kelinci umumnya 0.5 ml dengan rata-rata konsentrasi sperma 175 juta dan rasio diluter (pengencer) 1:125.

Cara pelaksanaan IB pada kelinci dengan superovulasi:
1)Kelinci betina disuperovulasi dengan preparat hormon kombinasi PMSG 150 IU dan 1)HCG 100 IU dengan cara diinjeksi secara intra muskuler pada pagi hari sekitar jam 08.00 WIB, 1 jam kemudian dikawinkan
2)Inseminasi buatan pada kelinci dilakukan dengan cara pengencerkan semen segar yang telah ditampung menggunakan NaCl fisiologis 0.9 % kemudian dicampur (heterospermik) dan secepatnya diinseminasikan.

Teknik IB harus terus dikembangkan dan disosialisasikan kepada masyarakat terutama pada ternak maupun aneka ternak yang memiliki prospek cerah, tetapi tingkat reproduksinya rendah.(Dedy Winarto,S.Pt mahasiswa S2 Beasiswa Unggulan Depdiknas, Program Studi Magister Ilmu Ternak Undip).

0 comments:

KILAS PETERNAKAN ON FACEBOOK