MENU UTAMA
KILAS INFORMASI
LINK JURNAL
PERUSAHAAN PETERNAKAN
Topik yang menarik dalam website ini?
PENGUMUMAN
KRITIK DAN SARAN KONTEN WEBJika Konten Web tidak berkenan atau Dilarang Oleh Pemerintah Kirim e-mail: Dedy_good@yahoo.co.idWeb ini hanya sebagai sarana berbagi Informasi, Pengetahuan dan wawasan Semata. Informasi Lebih lanjut Tlp 0853 2672 1970(No SMS).SEMOGA BERMANFAAT |
Deteksi Estrus
Saturday, August 04, 2012Labels: peternakan
Limbah Pertanian Sebagai Pakan Ternak
Friday, June 01, 2012Labels: peternakan
SAPI POTONG UNTUK PENGGEMUKAN
Monday, April 02, 2012
Oleh Dedy Winarto,S.Pt,M.Si
Selama ini masih beredar kepercayaan bahwa bibit unggul akan selalu bersifat unggul walaupun dipelihara ditempat yang sebenarnya tidak cocok, bahkan ada anggapan bahwa bibit unggul tidak memerlukan pemeliharaan yang intensif, sehingga dalam perlakuan pemeliharaan ala kadarnya, kemudian akan berproduksi seperti yang diinginkan.
Harapan seperti itu tentunya hanya merupakan angan-angan dan pasti akan berakhir dengan kekecewaan, bila terjadi hal yang demikian maka yang dikambing hitamkan biasanya adalah breeder/ produsen bahwa bibit yang dijual palsu.
Padahal pengetahuan dasar petani peternak yang tidak memadai untuk memelihara jenis unggul. Oleh karena itu kemajuan domestikasi ternak unggul perlu dimbangi dengan kemajuan pengetahuan sikap dan ketrampilan petani peternak mengenai tata laksana pemeliharaan sapi yang baik.
Untuk itu petani perlu memiliki pengetahuan sikap dan ketrampilan untuk dapat merubah cara pemeliharaan sapi yang kurang menguntungkan kecara semi intensif atau intensif sehingga akan didapat hasil yang lebih besar.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal, ada beberapa hal pokok yang perlu mendapat perhatian dalam usaha penggemukan sapi potong antara lain :
1. Pemilihan bakalan, sebaiknya berumur 1-3 tahun dengan kelamin jantan.
2. Jenis bibit sapi yang biasa dipelihara untuk digemukan di Kalimantan Barat antara lain : Sapi Madura, Sapi Bali, Sapi PO, dan sapi persilangan hasil IB atau kawin suntik.
3. Pakan dan formulasinya harus dapat untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan pertambahan berat badan.
4. Kandang dan peralatannya, sebaiknya menghadap ketimur dan membujur kearah utara selatan, sehingga sinar masuk dengan maksimal
5. Pengendalian dan pencegahan penyakit hewan menular, dengan menjaga kebersihan ternak dan kandang, pemberian obat cacing dengan rutin. Bila terjadi ternak sakit dan informasi tehnis lainnya agar menghubungi Dinas Yang Menangani Fungsi Peternakan Kabupaten, atau petugas lapangan/mantri hewan di kecamatan.
6. Analisa Usaha Tani, (terlampir)
7. Penjualan ternak sapi hasil penggemukan secara berkala dapat dipasarkan ke tukang potong, namun akan lebih menguntungkan apabila dapat diatur pemasarannya pada menjelang Hari Raya Keagamaan, misalnya Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Dari tujuh point diatas , manajemen pakan harus menjadi prioritas utama, mengingat tujuan pemelihaaran adalah penggemukan, program penggemukan akan berhasil baik apabila pemberian pakan memenuhi keseimbangan protein dan energi serta kebutuhan mineralnya, dengan demikian pertambahan bobot harian meningkat.
Berdasarkan kebutuhan, ternak sapi memerlukan :
1. Hijauan 10% dari berat badan,
a. Hijauan berkualitas rendah : jerami padi, daun jagung, pucuk tebu, daun ubi kayu, ubi jalar, daun kelapa sawit.
b. Hijauan berkualitas sedang : rumput lapangan, rumput gajah, rumput raja, setaria.
c. Leguminosa : daun turi, gamal, lamtoro diberikan 60% dari total kebutuhan hijauan.
2. Pakan penguat/konsentrat kebutuhan 1-2% dari berat badan:
a. sumber protein seperti tepung kedelai, ampas tahu, blondo sawit, bungkil inti sawit, bungkil kelapa.
b. Sumber energi seperti dedak, onggo, molasse/tetes tebu, tepung jagung
3. Sumber Mineral
a. Mineral = 15-30 gram/ekor/hari, didapat dari garam dapur
b. Kalsium Phosphat = 15-30 gram/ekor/hari, didapat dari tepung tulang/kapur.
Permintaan akan daging sapi semakin meningkat, namun sejauh ini, pemenuhan dalam mensuplai semua kebutuhan akan permintaan daging sapi belum mampu dipenuhi. Apalagi kebutuhan konsumen lebih menginginkan daging sapi yang berkualitas. Kebanyakan konsumen membeli daging sapi dalam bentuk segar dan yang bagus. Agar kualitas daging sapi dapat dipenuhi dengan baik, perlu dilakukan grading (pengklasifikasian), sehingga daging dapat dikelompokkan berdasarkan kualitasnya. Grading pada daging sapi dilakukan untuk mengetahui kualitas daging yang dihasilkan , kemudian dibagi dalam tingkatan mutunya.
Pelaksanaan grading dapat dilakukan dengan grading pada sapi yang masih hidup dan grading pada sapi yang sudah dipotong.
Grading / klasifikasi pada sapi yang masih hidup (sapi siap potong),
Pendugaan hasil daging yang diperoleh dari seekor ternak dilakukan melalui grading pada sapi yang masih hidup. Hasil daging yang diperoleh dibedakan dari jenis/bangsa dan tipe sapi. Walaupun memiliki bobot hidup yang sama, tapi akan menghasilkan daging yang jumlah dan kualitas yang berbeda. Salah satu cara untuk menaksir jumlah dan kualitas daging yang akan dihasilkan dari seekor ternak sapi dengan melakukan penilaian terhadap kondisi ternaknya. Variabel yang diukur dalam grading/ klasifikasi ternak sapi siap potong meliputi : 1) skor kerangka yang lebih menekankan pada ukuran tubuh, 2) skor otot , menekankan pada ketebalan perototan dan 3) skor kondisi tubuh menekankan pada tingkat kegemukan.
Skor kerangka (frame score )
Skor/nilai kerangka pada sapi siap potong digunakan untuk menggambarkan capaian bobot hidup pada saat sapi menjadi dewasa, yaitu pada saat tebal lemak punggung pada rusuk ke 12 = 0,5 cm. Penilaian skor dengan Besar, Sedang dan Kecil. Skor kerangka besar bobot dewasa 500 - 600 kg, skor kerangka menengah bobot dewasa 400- 500 kg dan skor kerangka kecil bobot dewasa 300 - 400 kg.
Skor Otot ( muscle Score )
Skor otot menggambarkan ketebalan perototan seekor ternak. Penilaian skor dibagi dalam 4 skor yaitu nilai 1,2, 3 dan 4. Skor 1 diberikan kepada sapi dengan perototan paling tebal. Skor 2 diberikan kepada sapi dengan perototan agak tebal, skor 3 dengan perototan agak tipis dan skor 4 diberikan kepada sapi dengan perototan paling tipis.
Skor kondisi tubuh ( body condition score/ BCS)
Skor kondisi tubuh menggambarkan tingkat perlemakan / kegemukan, dengan kisaran angka antara 1 - 9. Tingkat kegemukan tidak dinilai berdasarkan bobot hidup melainkan berdasarkan bentuk dan konformasi tubuh. Nilai didasarkan pada perlemakan pada brisket, iga, punggung, pinggul, tulang duduk dan pangkal ekor. Nilai 1 - 3 ditunjukkan pada sapi yang kondisinya sangat kurus sampai kurus, sedang nilai optimum adalah 5 - 7, nilai 7, perototan sangat bagus, brisket terlihat penuh otot, pangkal ekor terlihat timbunan lemak dan punggung terlihat lebar karena timbunan lemak. Iga terasa sangat halus. Nilai 8 - 9 terlihat gemuk dan sangat gemuk.
Grading/ klasifikasi pada sapi yang sudah dipotong (karkas)
Bagian tubuh sapi yang sudah dipotong yang bisa dikonsumsi dinamakan karkas.Seekor sapi biasanya menghasilkan karkas 55 - 60 % karkas, tergantung pada bangsa dan kondisi sapi. Grading karkas dilakukan untuk memperkirakan jumlah dan kualitas daging yang akan dihasilkan oleh ternak setelah dipotong. Ada 2 macam klasifikasi daging yaitu berdasarkan kualitas dan kuantitas.
Referensi diambil dari berbagai sumber
Labels: peternakan
Revolusi Putih
Wednesday, January 04, 2012
Oleh Dedy Winarto,S.Pt,M.Si
Nasib peternak sapi perah di ujung tanduk. Sejak lima bulan terakhir industri pengolah susu telah menurunkan harga pembelian susu Rp350 per liter.Alasannya,harga susu di pasar dunia turun.
Industri pengolah susu beralasan, penurunan harga ini akan membuat harga jual susu di tingkat konsumen menurun. Sebagai wasit yang berdiri di tengah, pemerintah berkewajiban menjaga harga keseimbangan. Per 1 Juni 2009 ditetapkan bea masuk impor 5%. Masalahnya, besaran bea masuk itu tidak akan mampu mengompensasi penurunan harga yang dilakukan industri pengolah susu.
Peternak sapi perah terancam bangkrut. Janji harga jual susu di tingkat konsumen turun tidak terbukti. Silang-sengkarut industri persusuan tidak lepas dari desain kebijakan persusuan yang liberal. Asal-muasal liberalisasi dimulai tahun 1998. Ketika Indonesia mengundang kembali Dana Moneter Internasional (IMF) sebagai dokter penyembuh krisis moneter, Indonesia harus menandatangani letter of intent (LoI). Di situ harga bea masuk impor susu yang semula 30% dihapuskan. Kewajiban industri pengolah susu untuk menyerap susu peternak domestik pun ditiadakan. Peternak sapi perah kehilangan pembeli. Peternak kecil, mayoritas pemelihara sapi perah, harus bertarung dengan susu impor yang penuh subsidi.
Sampai sekarang Uni Eropa masih memberikan subsidi sebesar USD2 per hari per ekor sapi kepada peternak sapinya.Padahal, Uni Eropa merupakan eksportir terbesar skimmed-milk powder. Dengan subsidi yang besar itulah eksportir bisa menjual susu dengan harga murah (dumping).
Uni Eropa mengekspor susu dengan harga hanya separo dari harga pokok produksi.Akibatnya, harga jual komoditas di pasar dunia tidak lagi mencerminkan efisiensi dan daya saing. Menjadikan harga komoditas di pasar dunia sebagai referensi dan cermin daya saing serta efisiensi jelas keliru,bahkan menyesatkan.
Indonesia telah meratifikasi aturan-aturan WTO di sektor pertanian (Agreement on Agriculture/AoA) pada 1994. Berdasarkan notifikasi yang dicatatkan di WTO, Indonesia sebenarnya
memiliki ruang manuver yang luas untuk menyiasati liberalisasi di bidang persusuan. Khusus untuk tarif, Indonesia mencatatkan bound tariff antara 40–210%. Namun sejak 1998 paling besar Indonesia hanya mematok tarif bea masuk impor 5%.
Ironis memang. Padahal, sejak 2005 Indonesia sudah tidak lagi dalam supervisi IMF. Di sisi lain, Indonesia juga begitu agresif dalam berbagai perjanjian perdagangan bebas bilateral, termasuk di sektor persusuan. Pada Agustus 2008, Indonesia meneken perjanjian perdagangan bebas negara-negara ASEAN,Australia, dan Selandia Baru (AANZ FTA).
Lewat perjanjian itu Indonesia tidak dikenai bea masuk barang ke Australia dan Selandia Baru. Sebaliknya, Indonesia harus membuka pintu terhadap barang dari Australia dan Selandia Baru seperti susu. Sebagai implementasi AANZ FTA itu, 13 Februari 2009, Menteri Keuangan mengeluarkan PP No 19/2009 tentang bea masuk impor produk tertentu. Di situ bea masuk skim milk powder, full cream milk, yoghurt, dan buttermilkdipatok 0%. Aneka
perjanjian bilateral semacam ini, yang dalam literatur ekonomi internasional disebut regionalisme,sering menimbulkan masalah. Sebab, perundingan bilateral cuma dikawal Departemen Perdagangan. Departemen teknis tak terlibat.
Masalah muncul setelah beleid diimplementasikan karena perjanjian bilateral sering punya implikasi serius pada kelompok- kelompok marginal: petani, peternak, pekebun, kaum miskin kota, buruh, atau nelayan. Berbeda dengan perundingan WTO yang ada sekretariat tetap dan dikawal tim interdepartemen, perundingan bilateral bersifat ad hoc, bongkar pasang,dan tak ada sekretariat tetap.Akibatnya, aneka perjanjian bilateral kurang dikaji mendalam berikut implikasi-implikasinya. Ini pula yang terjadi dalam perjanjian bilateral persusuan.
Sejak usaha sapi perah dikembangkan pertama kali tahun 1979, sampai sekarang ciri-cirinya tidak banyak berubah: sapi perah diusahakan oleh peternakan rakyat berbasis usaha keluarga dengan skala usaha kecil-kecil (1–4 ekor sapi per peternak).
Tak aneh bila manajemen dan teknologi pemeliharaannya juga sederhana. Ini punya implikasi pada produktivitas: rata-rata 10 liter/laktasi/hari (jauh dari produksi susu di negara lain yang mencapai 30 liter/ laktasi/hari). Produktivitas yang rendah dan tidak kondusifnya iklim usaha di dalam negeri membuat populasi sapi perah tidak memadai.
Saat ini populasi sapi perah di dalam negeri diperkirakan tak lebih 1 juta ekor,65% di antaranya betina. Ujung dari semua itu,produksi susu domestik amat rendah. Produksi susu dalam negeri hanya 1,2 juta liter/tahun dan hanya memberikan kontribusi 20% kebutuhan susu nasional.
Sisanya diimpor.
Ketergantungan pasokan susu domestik atas susu impor itu sudah berlangsung puluhan tahun dan belum terpecahkan sampai sekarang. Di sisi lain,industri pengolah susu menyerap lebih 90% produksi susu peternak. Hanya 5% produk susu segar yang langsung diserap masyarakat. Dampak dari kondisi ini peternak susu amat tergantung pada industri pengolah susu.
Padahal, industri pengolah susu domestik hanya ada enam buah.Ini membuat pasar susu segar bersifat monopsoni. Harga susu segar dari peternak dan harga akhir di konsumen sepenuhnya berada di tangan industri pengolah susu. Jadi, industri pengolah susu memeras dua pihak (double sequeezing): peternak sapi dan konsumen. Ini yang membuat industri pengolah susu untung besar.
Kondisi ini tidak bisa dibiarkan.Karena peternak sapi perah akan tidak bergairah berusaha dan konsumen terus tersandera oleh harga susu yang mahal.Akibatnya, harga susu tak terjangkau konsumen. Saat ini harga jual susu di tingkat peternak Rp3.700 per liter,sedangkan harga di supermarket sampai Rp12.000 per liter.
Inilah yang membuat konsumsi susu di Indonesia masih rendah (7,7 liter/ kapita/ tahun), jauh di bawah tingkat konsumsi Vietnam (8,5), Filipina (11), Thailand (25,1)l, dan India (44,9).Padahal, susu amat penting bagi asupan gizi tubuh.Menggalakkan minum susu, terutama untuk anak-anak, penting guna memperbaiki kualitas SDM.
Ini penting sebagai investasi masa depan. Dibandingkan negara lain, kualitas SDM kita jauh tertinggal. Menurut laporan UNDP (2006), peringkat Human Development Index(HDI) Indonesia berada pada posisi 108 dari 177 negara,111 dari 177 negara (2005), 111 dari 177 negara (2004), dan 112 dari 175 negara (2003). Posisi ini nyaris tidak bergerak, jauh tertinggal dari Malaysia (59),Thailand (76), dan Filipina (83).
Ironis, untuk bersaing di tingkat Asia saja kita semakin uzur dan tak berdaya. Perbaikan SDM harus dilakukan dengan investasi di bidang gizi, kesehatan, dan pendidikan. Di bidang gizi, salah satunya bisa ditempuh dengan memberi susu gratis atau bersubsidi pada siswa usia sekolah yang amat membutuhkan asupan gizi.
Harus ada program untuk merevolusi sistem produksi dan distribusi susu agar anak mendapat asupan gizi yang berkualitas untuk mendukung kecerdasan dan pertumbuhan. Lewat program ini susu sekolah akan digalakkan sehingga siswa dapat menikmati minuman bergizi untuk kelengkapan empat sehat lima sempurna.
Selama ini, pemerintah hanya fokus pada perbaikan gizi balita dan ibu hamil. Program gizi untuk murid sekolah terabaikan. Padahal, pertumbuhan fisik berlangsung terus sampai usia anak 18 tahun. Di sisi lain, program revolusi susu akan membuka pasar baru bagi peternak sapi perah.Ini bisa jadi pasar alternatif. Jadi, dengan revolusi susu kualitas SDM bisa didongkrak dan pasar peternak sapi perah terjamin.
Dedy Winarto, Alumnus Fakultas Peternakan Undip.
Labels: peternakan
Beternak Ayam Kampung
Sunday, September 11, 2011
Ayam buras atau ayam kampong merupakan ternak unggas yang paling banyak dipelihara dipedesaan . Keberadaan ayam buras sebagai penghasil telor dan daging serta pendapatan keluarga,memiliki fungsi strategis dalam pemenuhan pangan dan gizi masyarakat petani.
Memelihara ayam buras sebenarnya tidak terlalu sulit , sebab tidak memerlukan teknologi rumit. Untuk mengembangbiakan ayam buras hanya membutuhkan ketekunan dan kesungguhan dalam memelihara yaitu dengan penerapan Pasca usaha Peternakan yaitu pakan , pengendalian penyakit dan tatalaksana serta pengolahan /perkembangbiakan. Ayam buras memiliki peluang tinggi, sangat mudah dipasarkan dengan harga yang cukup tinggi.
Oleh karena itu,ayam harus dikelola dengan prinsip usaha tani yang baik dan memberikan keuntungan yang sangat memadai bagi petani ternak.
1.Pemilihan Bibit Ayam Buras
Bibit ayam buras yang baik menentukan percepatan
perkembangabiakan dan keuntungan usaha tani ayam
buras.
a. Pemilikan anak ayam(doc) calon bibit
- Tidak cacat kaki,paruh normal,mata jernih,terang dan
bulat
- Pergerakan lincah dan sehat , kaki kuat serta berdiri tegak
- Buluh halus dan mengkilat
b. Tanda Betina yang baik
- Kepala halus,mata jernih,terang,paruh pendek dan kuat.
- Jengger dan pial halus serta tidak keriput
- Badan cukup besar dan perut luas
- Jarak tulang dada dengan tulang belakang + 4 jari orang
dewasa.
c. Tanda Pejantan yang Baik
- Badan kuat dan agak panjang
- Sayap kuat dengan buluh-buluh teratur rapi.
- Paruh bersih, mata jernih
- kaki dan kuku bersih ,sisik –sisiknya teratur .
- Terdapat taji dengan bentuk runcing/bulat seperti agung.
2. Perkandangan
Keberadaan kandang sangat dibutuhkan sebagai tempat
bernaung /berteduh, beristirahat, bertelur dan seluruh
aktivitas hidupnya.
Persyaratan kandang:
- Lokasi lebih tinggi dari tanah sekitarnya
- Terpisah dari rumah dengan jarak minimal 15 m
- Lantai kandang dibuat lebih tinggi minimal 50 cm dari
sekitarnya
- Lingkungan kandang selalu kering dan bersih serta jauh
dari tempat pembuangan limbah.
- Kandang dibuat dari bahan mudah dibersihkan dan
berasal dari lokasi setempat.
- Pertukaran udara baik dari sinar matahari cukup .
- Kandang dilengkapi dengan peralatan seperti bertengger
Bentuk / Jenis kandang
a. Kandang Battrey: yaitu khusus untuk memeilhara ayam
petelor,dengan ukuran
perkotak/1 ekor induk:
- Panjang : 35 cm
- Lebar ; 20 cm - Tinggi : 40 cm
b. Kandang Postal :
Berbentuk bangunan dengan ukuran :
- Anak ; 25 – 28 ekor/m
- Dara : 16 ekor /m2
- dewasa : 6 ekor/m2
c. Kandang Berpagar/Jaringan
Kandang berpagar /jaringan merupakan kandang
sederhana dengan halaman tempat ayam dilepas,
dikelilingi/dipagar dengan jaringan dari plastic atau bekas
jala ikan. Tinggi 2,5 – 3m, luas halaman disesuaikan
dengan kebutuhan.
3. Pakan Ayam Buras
Pakan ayam buras merupakan hal penting dalam
melangsungkan kehidupan ayam buras
a. Jumlah kebutuhan pakan:
=======================================
Tahap Umur (bl) Jml.Pakan
Pertumbuhan (gr/ek/hr)
-------------------------------------------------------------------
Anak/Kutuh 0 – 2 5 – 20
Dara 2 – 5 20 – 70
Produksi 5 keatas 70 – 100
b. Kebutuhan zat makanan
- Anak Ayam : 17% protein,2700 k.kal/kg
- Dara/Dewasa : 14% protein, 2900 k.kal./kg
c. Formula pakan ayam buras
1. Formula Peternak
a. Formula 1
- Ayam buras diberikan pakan jadi ayam ras petelor
ditambah dengan hijauan .
b. Formula 2
- Konsentrat ayam ras petelor: 10%
- Jagung : 40%
- Bekatul : 30%
- Tepung ikan : 10%
- Grit : 5%
- Hijauan : 5%
c. Formula 3
- Konsentrat ayam ras petelor: 8%
- Jagung : 20%
- Bekatul : 60%
- Girit : 2%
- Hijauan : 10%
d. Formula 4 (khusus periode grower dan layer) setiap 55 kg
pakan
- Konsentrat ayam ras petelor: 12%
- Jagung Giling : 15kg
- Dedak halus : 25kg
- Girit : 1 kg
- Mineral B 12 : 1 kg
- Tepung ikan : 1 kg
Ditambah hijauan secara tidak terbatas
4.Tata Laksana Reproduksi
Produksi utama yang diharapkan dari ternak ayam
adalah daging dan telor, sedangkan hasil sampingnya
berupa bulu dan kotorannya.
Agar jarak waktu bertelor tidak terlalu lama dan
teratur ,sebaiknya :
a. Anak ayam disapih sedini mungkin
b. Anak ayam dimandikan sejak menunjukan tanda-tanda
mengeram ayam agar ayam tidak mengeram dan
bertelor kembali.
c. Sex ratio 1:8-10 (1 jantan dengan 8-10 betina).
d. Induk untuk bibit berumur 8-18 bulan , demikian juga
pejantannya.
e. Untuk maksud pengembangan, dari 13 butir telor yang
dihasilkan seekor induk , 10 butir diteteskan dan 3 butir
sisanya dikonsumsi.
5.Pengendalian Penyakit
Penyakit yang sering menyerang ayam buras adalah
Tetelo,Cacar Ayam,Snot,Berak Darah, Cacingan dan lain-
lain. Diantara penyakit tersebut, mka ND (Tetelo
merupakan penyakit yang menimbulkan kerugian yang
lebih tinggi dengan kematian 90 – 100%
Adapun cara pencegahannya yaitu dengan melaksanakan
vaksinasi ND dengan jadwal sbb:
No. Umur Ayam Jenis Vaksin Cara Vaksin
1 – 3 hari Strain F Tetes mata
3 minggu Strain F Tetes mata
3 bulan Strain K Suntikan
Diulang setiap Strain K Suntikan
3 bulan sekali
Source: Diolah dari berbagai sumber
Labels: peternakan
Teliti Dalam Membeli Daging
Sunday, July 24, 2011
Pasca diberhentikannya pasokan ekspor hewan sapi oleh Australia sejak 8 Juni lalu, banyak diberitakan oleh media massa bahwa harga daging sapi di pasaran menjadi melonjak naik. Tidak hanya itu, dengan melonjaknya harga, di pasaran diberitakan pula tentang marak ditemukannya daging sapi beku berperwarna darah.
Daging sapi beku berperwarna darah sengaja dijajakan oleh oknum pedagang daging sapi untuk mengelabui konsumen. Jenis daging ini dibuat dengan merendam daging sapi beku dengan darah sapi sehingga daging sapi beku tersebut “dikira” sebagai daging sapi segar. Hal ini dilakukan untuk
memikat hati pembeli sehingga mau membelinya dengan harga yang tinggi seperti daging sapi segar sungguhan.
Tindakan nakal oknum pedagang ini tentu sangat merugikan konsumen, karena meruntuhkan harapan awal mereka untuk mendapatkan daging sapi yang segar, sehat, baik, lezat dan menyehatkan. Bahkan sebaliknya jenis daging ini dapat menjadi sumber penyakit bagi tubuh. Karena dalam darah terkandung mikroorganisme yang berpotensi menjadi pembawa penyakit bagi sang pengkonsumsi.
Mendapatkan daging yang baik dan sehat adalah hak konsumen, bahkan untuk menjamin hal itu, negara telah menjaminnya hal tersebut secara hukum. Seperti tercantum dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan.
Namun sebagai upaya preventif terhadap ulah oknum penjual daging nakal seperti di atas, masyarakat harus mendapat informasi yang tepat mengenai daging yang baik dan sehat, tidak hanya daging sapi semata bahkan pula jenis daging lainnya. Sehingga mereka tidak tertipu ketika membeli daging di pasaran. Beberapa hal yang harus diketahui masyarakat tentang ciri-ciri daging yang baik tersebut adalah sebagai berikut.
Daging konsumsi yang dijual di pasar tradisional dan swalayan dapat dikatagorikan dalam dua kelompok. Kelompok pertama, daging dari ternak besar, seperti sapi, kerbau, dan kambing. Sedangkan, kelompok kedua, daging dari ternak kecil, yaitu jenis unggas, ayam, itik, entog, dan lain-lain.
Daging berkualitas baik ditentukan oleh faktor perlakuan sebelum dan sesudah penyembelihan. Beberapa faktor sebelum penyembelihan yang mempengaruhi kualitas daging adalah tipe ternak, jenis kelamin, serta umur dan pakan. Sedang beberapa faktor setelah penyembelihan adalah metode pemasakan, pH daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk, hormon, marbling, metode penyimpanan, macam otot daging, dan lokasi pada suatu otot daging.
Source:www.sinartani.com/24 Juli 2011
Labels: peternakan
Zat Anti Nutrisi Dalam Pakan Ternak
Saturday, April 16, 2011
Oleh Team Kilas Peternakan
Berbagai jenis tanaman pangan memiliki potensi untuk mensintesis substansi kimia tertentu sebagai mekanisme untuk mempertahankan diri dari gangguan infeksi oleh jamur, bakteri dan insekta. Banyak di antara substansi kimia ini ternyata dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia maupun ternak yang mengkonsumsinya. Gangguan tersebut dapat berupa gangguan pertumbuhan, seperti : penurunan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH), oleh karena dihambatnya enzim pencernaan tertentu. Gangguan yang lain berupa gangguan kesehatan, seperti gangguan pernapasan bahkan kematian. Selanjutnya senyawa-senyawa tersebut dikenal dengan istilah antinutrisi.
Macam antinutrisi pada berbagai bahan pakan berlainan. Senyawa antinutrisi yang sering ditemukan, antara lain : Protein inhibitor (penghambat protease), goitrogen, nekaloid, oksalat, fitat, tannin, HCN dan gossipol. Antinutrisi tersebut seringkali mengikat protein, zat-zat mineral, sehingga pemanfaatan gizi dalam bahan pakan oleh ternak menjadi berkurang. Sebagai akibatnya akan menimbulkan gangguan pertumbuhan pada ternak atau gangguan kesehatan yang lain.
Antinutrisi dalam bahan pakan kadang-kadang dihasilkan oleh metabolisme jamur atau mikroba dalam bahan pakan, atau oleh tumbuhan itu sendiri sebagai mekanisme untuk mempertahankan diri dari gangguan infeksi atau kelukaan. Hasil samping atau sisa pengolahan bahan pakan seringkali menimbulkan efek toksik pada ternak, hal ini diduga adanya kandungan nutrisi dalam bahan limbah atau sisa pengolahan tersebut. Berikut ini disajikan beberapa bahan pakan dengan kemungkinan zat-zat antinutrisi yang terkandung di dalamnya.
Leguminosa
Leguminosa, seperti : kedelai dan kacang tanah merupakan sumber gizi penting bagi ternak. Namun penggunaannya harus dibatasi, karena leguminosa mengandung zat-zat antinutrisi, antara lain : Protein inhibitor (penghambat protease), phytphaemagluttin (Lectin), urease, hypoxygenase, glukoside-sianogenik dan faktor-faktor antivitamin. Hampir semua leguminosa mengandung unsur penghambat tripsin, dan akan mengikat tripsin sehingga terbentuk suatu kompleks yang inaktif. Sebagai akibatnya tripsin tidak dapat berfungsi. Keadaan ini menyerupai dengan kejadian gangguan sintesis tripsin oleh pankreas. Sebagai konsekuensinya, pankreas akan mengalami hipertrofi untuk mensintesis tripsin secara berlebih. Hipertrofi pankreas akan diikuti hambatan pertumbuhan dan menurunnya efisiensi pakan. Protein inhibitor ternyata mudah diinaktifkan oelh panas.
Antinutrisi lain yang hampir selalu ditemukan dalam leguminosa adalah phytohaemagluttin atau lectin, yang memegang peran penting dalam simbiosis antara legum dengan bakteri pengikat nitrogen. Lectin terikat secara reversibel dengan gula-gula yang berkombinasi dengan protein (glikoprotein) pada permukaan mikrovilli usus halus, dan menimbulkan lesi-lesi serta perkmbangan mikrovilli yang tidak no9rmal serta gangguan absorbsi nutrisi lewat dinding intestinum. Gangguan absorbsi (malabsorbsi) dapat terjadi terhadap vitamin B12, glukosa dan asam-asam amino. Gangguan transport ion lewat intestinum, tidak tercernanya karbohidrat dan protein bisa terjadi. Adanya lectin pada epithelium intestinum yang reseptornya terdapat di glikoprotein antara intestinum dengan permukaan bakteri enterik, merupakan perekat antara intestinum dengan bakteri. Pertumbuhan berlebih bakteri coliform telah dilaporkan terjadi pada ayam yang ransumnya mengandung kedelai tanpa perlakuan (prosesing) sebelum penggunaannya sebagai bahan pakan. Lectin menimbulkan lesi-lesi pada ephitelium intestinum yang diikuti dengan dikeluarkannya endotoksin bakteri yang masuk ke peredaran darah dan menggangu kesehatan ternak. Ayam muda sangat sensitif terhadap lectin.
Kedelai juga mengandung urease, yaitu suatu enzim yang berperan untuk menghidrolisis urea menjadi ammoniak dan CO2.
Goitrogen juga dihasilkan oleh kedelai dan kacang tanah. Goitrogen merupakan senyawa yang berhubungan dengan aktivitas fungsi kelenjar thyroid.
Cyanogenic-glukoides merupakan senyawa yang membebaskan HCN pada proses hidrolisis, terdapat pada semua leguminosa.
Faktor antivitamin mungkin ditemukan pada leguminosa, yaitu antivitamin E, sehingga berakibat terjadinya penurunan tocoferol yang menimbulkan dystrophia otot pada ayam.
Alipoxidase ditemukan pada kulit kedelai yang akan menurunkan vitamin A dengan cara merusak karoten.....to be continue
Source: Dari berbagai sumber
Labels: peternakan
AWAS PENYAKIT AKIBAT CACING
Thursday, January 20, 2011
Kondisi iklim yang basah dan lembab akan memicu perkembangan parasit cacing pada ternak. Di sisi lain pemerintah mengharapkan swasembada daging untuk memperkuat ketahanan pangan dengan upaya meningkatkan populasi dan produksi serta mencegah pomotongan ternak betina produktif.
Musim hujan yang terus menerus, intensitas hujan yang deras, dan suhu yang sangat panas sering dirasakan oleh masyarakat beberapa tahun belakangan. Fenomena tersebut merupakan dampak iklim yang berubah, iklim dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya adalah suhu.
Meningkatnya suhu bumi disebabkan karena suhu tersebut terperangkap oleh gas-gas di atmosfer sehingga tidak mampu dilepaskan ke luar angkasa. Gas-gas tersebut disebut gas rumah kaca. Gas rumah kaca adalah gas-gas yang ada di atmosfer dan berfungsi sebagai selimut bagi bumi sehingga suhu bumi tetap hangat.
Kegiatan di sektor pertanian dan peternakan juga punya andil pada naiknya konsentrasi gas rumah kaca, terutama gas methan (CH-4) dan dinitro oksida (N2O). Maka dari itu usaha peternakan dituntut pula upaya mengurangi emisi gas rumah kaca sehingga perubahan iklim dapat terkendali.
Dampak Negatif
Keluhan masyarakat tani atau peternak dengan adanya gejala perubahan iklim yang terjadi yakni adanya penurunan atau naiknya suhu dan semakin sering terjadi kondisi suhu yang ekstrim, akan berpengaruh langsung terhadap ternak yang dipelihara (kondisi ternak kurang maksimal/prima).
Dampak yang terasa sangat merugikan peternak adalah misal terserang stress pada ternak unggas, hal inipun juga bisa terjadi pada ternak sapi, kambing, domba dan kelinci. Banyak terjadi gejala stress dan kembung karena suhu ekstrim dan kelembaban tinggi juga akan berpengaruh terhadap kondisi ternak.
Langkah Arif dan Bijaksana Perlu Disikapi
Di sisi lain kondisi seperti ini sangatlah cocok untuk berkembang biak cacing, jamur dan bakteri, sehingga peternak dapat melakukan upaya langkah-langkah pengendalian dan pemberantasan penyakit.
(Untuk berlangganan Tabloid SINAR TANI. SMS ke : 081584414991) = EDISI 3389
Labels: peternakan
Lagi-lagi Impor Jagung
Wednesday, December 22, 2010
Sampai September saja, impor sudah mencapai 1,006 juta ton, meningkat 333% dibanding tahun lalu yang 400 ribu ton.Berharap untung dari menanam jagung, ternyata malah buntung. Itulah yang dialami petani jagung di daerah Pajangan, Kabupaten Bantul, DI Jogjakarta. Dari 56 ha yang ditanami jagung kesemuanya gagal panen. Ini karena lahannya, berada di bagian terendah dari hamparan, sehingga tidak memungkinkan membuang air yang melimpah ke sana.
Padahal produktivitas jagung di daerah tersebut lebih dari 8,7 ton per ha “Petani jagung yang masih bisa panen, biasanya berada di bagian hamparan yang miring (lereng). Agar bisa panen, petani di hamparan datar mengoptimalkan sistem pembuangan air dengan membuat got lebih daripada biasanya,” jelas Ngadimun SP, Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) setempat kepada TROBOS beberapa waktu lalu.
Ngadiya, petani jagung dari desa Triwidadi, Pajangan, Kabupaten Bantul mengungkapkan terganggunya produksi jagung akibat amburadulnya musim tanam. Sudah empat tahun petani di wilayahnya merasakan efek perubahan iklim global terhadap pola tanam. Dan yang terparah di 2010 ini. “Efek terbesar dari perubahan itu bukan hanya kegagalan panen, tapi karena kebingungan petani menentukan jenis tanaman yang akan ditanam di lahannya. Tidak bisa lagi seperti dulu, berpola tanam jagung-padi-jagung. Ketika sebagian petani mengganti tanam jagung dengan padi ternyata lebih berhasil karena hujan turun sepanjang musim kemarau,”ungkap Ketua Kelompok Tani Sumber Mulya ini.
Kondisi cuaca itulah yang ikut menyebabkan industri pakan terkendala pasokan jagung. Itu pula yang menyebabkan perkiraan impor jagung untuk pakan di 2010 meningkat tinggi, 1,5 juta ton. Sampai September 2010 saja, impor sudah mencapai 1,006 juta ton, meningkat 333% dibanding tahun lalu yang 400 ribu ton. “Kami kesulitan mendapatkan bahan baku jagung lokal. Impor tinggi mungkin karena kegagalan panen dalam negeri. Padahal kalau dalam kondisi normal impor jagung itu ada tapi tidak banyak,” jelas Ketua Umum GPMT (Asosiasi Produsen Pakan Indonesia), Sudirman.
Sudirman berpendapat, produktivitas yang rendah dan cuaca ekstrim menyebabkan gagal panen. Bahkan di beberapa daerah seperti di Jawa Tengah ada yang kena banjir sebelum panen. Ditunjang pula pemeliharaan jagung yang skala rakyat membuat produksi tidak maksimal. Bahkan di daerah Lampung banyak yang mengkonversi lahan jagung menjadi lahan singkong.
Muchlizar Murkan, pejabat Kementan, menjelaskan, produksi jagung agak turun karena hujan yang berkepanjangan akibat cuaca ekstrim. Apalagi kalau jagung ada musim tanamnya, sehingga panen tidak rata setiap bulan. Ada saat panen melimpah dan ada saat panen sedikit. “Jadi, kalau industri makanan ternak kesulitan jagung, kesulitannya kapan ? Jangan digeneralisir,” tandasnya.
Pelaksana Tugas Direktur Budidaya Serealia Ditjen Tanaman Pangan itu menjelaskan, pada bulan tertentu seperti November – Desember panen sedikit. Tapi pada rentang Januari – April jagung melimpah. “Mestinya industri makanan ternak punya sistem penyimpanan. Disaat panen raya jagung dibeli dan disimpan, ketika tidak ada panen dikeluarkan. Memang ada biaya penyimpanan tapi kan tidak perlu impor,” kilahnya.
Sementara itu, Vice President PT Charoen Pokphand Indonesia, Desianto Budi Utomo mengungkapkan, industri makanan ternak lebih menyukai jagung lokal karena lebih segar, kandungan pigmen warna kuningnya lebih tinggi, dan biaya transportasi bisa ditekan. “Kita lebih suka jagung lokal namun persoalannya jagungnya tidak ada,” tandas pria yang akrab disapa Desi ini.
Sekretaris Jenderal Dewan Jagung Nasional, Maxdeyul Sola berpendapat, industri makanan ternak impor jagung karena telah memprediksi produksi dalam negeri akan turun akibat keterlambatan pertanaman di 2009 yang menyebabkan luas areal tanam tidak tercapai. “Mereka (industri makanan ternak, Red) tidak mau kehilangan kesempatan. Kalau produksi dalam negeri turun, stok pun kosong , mau tidak mau ya harus impor,” Sola.
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Prabowo Respatiyo Caturroso, menambahkan, impor jagung oleh industri pakan merupakan fenomena sekaligus realitas meski Indonesia dikenal sebagai negeri agraris. Karenanya, “Kita harus bekerja sama untuk meningkatkan produksi jagung apalagi ke depan kebutuhannya akan terus meningkat,” katanya.
Faktor China
Dalam hal jagung, ujar Prof Budi Tangendjaja, faktor China tak bisa dikesampingkan. Peneliti dan pemerhati industri makanan ternak dari Balitnak (Balai Penelitian Ternak) Bogor itu mengungkapkan, peningkatan pendapatan per kapita secara tak langsung, membuat stok jagung China tidak cukup. Dalam rentang April – September 2010 China akhirnya mengimpor 1,4 juta ton. “Kalau China sampai membeli puluhan juta ton jagung, siapa yang bisa memasok ? Karenaitu kalau China terus menerus mengimpor harga jagung dunia dipastikan naik,” kata Budi.
Selengkapnya baca di Majalah TROBOS Edisi Desember 2010
source:www.trobos.com/22 Desember 2010,tambahan image by Kilas Peternakan
Labels: pertanian, peternakan
REKONSTRUKSI KANDANG : OPEN ATAU CLOSE HOUSE-KAH PILIHAN ANDA
Wednesday, February 03, 2010
Rekonstruksi kandang terbuka menjadi kandang tertutup membutuhkan komponen-komponen seperti kandang, kipas, cooling pad, temptron yang berfungsi sebagai pengontrol utama, panel kontrol listrik, tirai untuk samping kanan dan kiri plafon, dan listrik yang bisa bersumber dari PLN dan Genset.
Kandang dan ternak ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Kandang merupakan “rumah” atau suatu tempat yang difungsikan untuk tempat berlindung bagi ayam, tempat melakukan aktivitas produksi dan reproduksinya serta tempat yang memberikan jaminan perlindungan bagi ternak dari berbagai gangguan binatang buas dan bahaya maling.
Berdasarkan ini, maka pembangunan kandang untuk ayam perlu disesuaikan dengan kebutuhan ayam dan sesuai pula dengan kondisi keuagan yang dimiliki oleh peternak. Berbagai macam bentuk kandang sering diperdebatkan dalam hubungannya dengan fungsi kandang itu sendiri.
“Pilihan model dan sistem kontruski kandang sebenarnya bukan disesuaikan dengan keinginan peternak namun perlu dipertimbangkan dari kenyamanan ayam yang dipelihara yang secara nyata akan memberikan hasilnya berupa daging dan telur,” papar Ir Ahmadi dari Charoen Pokphand Indonesia mengawali presentasinya pada event Indo Livestock 2008 di Jakarta Convention Centre tanggal 2 Juli 2008 lalu.
Kandang Sistem Terbuka
Menurut Ir Ahmadi, di lapangan bentuk kandang yang umum dijumpai adalah kandang sistem terbuka atau open house baik sistem panggung maupun sistem postal dengan lantai beralasakan sekam, serutan gergaji kayu dan beberapa peternak pernah juga menggunakan jerami.
Menurutnya, model kandang sistem terbuka memberikan kontribusi yang kurang bagus bila dibandingkan dengan model kandang sistem tertutup. Hal ini dikemukakannya berdasarkan pengalaman lapang yang dimilikinya dalam kurun waktu yang cukup lama.
Di samping itu, model kandang sistem terbuka tidak sesuai lagi dengan perkembangan mutu genetic ayam ras saat ini, yakni ayam dengan strain-strain modern dengan tingkat pertumbuhan yang cepat bila dibandingkan dengan strain-strain ayam tempo dulu.
Sementara itu, pengetahuan sebagian peternak akan pentingnya kesehatan lingkungan untuk meningkatkan kesehatan pribadi juga memberikan peluang pada renovasi atau rekonstruksi kandang ayam broiler dan layer model terbuka ke model tertutup.
Kandang model tertutup dimaksudkan untuk meminimalisir kontak antara ayam dengan kondisi lingkungan di luar kandang. Menurut Ir Ahmadi bahwa tujuan pembangunan kandang sistem tertutup adalah menciptakan lingkungan ideal dalam kandang, meningkatkan produktivitas ayam, efisiensi lahan dan tenaga kerja serta menciptakan usaha peternakan yang ramah lingkungan.
Namun sejauh ini rekonstruksi kandang terbuka menjadi kandang tertutup dihadapkan pada kendala modal yang dimiliki peternak masih jauh dari cukup untuk pengembangannya. Di samping itu, kendala lain yang dihadapi peternak adalah teknologi yang dipunyai masih kurang serta minimnya infrastruktur. Lalu apa yang dimaksud dengan kandang sistem tertutup?
Kandang Sistem Tertutup
Menurut Ir Ahmadi kandang sistem tertutup atau close house merupakan sistem kandang yang harus sanggup mengeluarkan kelebihan panas, kelebihan uap air, gas-gas yang berbahaya seperti CO, CO2 dan NH3 yang ada dalam kandang, tetapi disisi lain dapat menyediakan berbagai kebutuhan oksigen bagi ayam.
Berdasarkan ini, kandang dengan model sistem tertutup ini diyakini mampu meminimalkan pengaruh-pengaruh buruk lingkungan dengan mengedepankan produktivitas yang dipunyai ayam.
Secara konstruksi, kandang sistem tertutup dibedakan atas dua sistem yakni pertama sistem tunnel dengan beberapa kelebihan yang dimilikinya seperti mengandalkan aliran angin untuk mengeluarkan gas sisa, panas, uap air dan menyediakan oksigen untuk kebutuhan ayam. Sistem tunnel ini lebih cocok untuk area dengan temperatur maksimal tidak lebih dari 30 0C.
Sistem kedua adalah evaporative cooling sistem (ECS). Sistem ini memberikan benefit pada peternak seperti mengandalkan aliran angin dan proses evaporasi dengan bantuan angina. Sistem kandang tertutup ini hanya cocok untuk daerah panas dengan suhu udara di atas 35 0C. Lalu dari mana sumber panas dan sumber uap airnya?
Dijelaskan Ir Ahmadi bahwa sumber panas berasal dari ayam itu sendiri, sinar matahari yang ditransfer secara radiasi, panas dari brooder pada masa brooding dan panas dari proses ferementasi dalam sekam. Sementara itu sumberi uap air dikatakannya dapat berasal dari kelembaban lingkungan, proses evaporasi, sisa air yang dikeluarkan bersama dengan feses, dan air minum yang tumpah.
Rekonstruksi
Untuk rekonstruksi kandang terbuka menjadi kandang tertutup membutuhkan komponen-komponen seperti kandang, kipas, cooling pad, temptron yang berfungsi sebagai pengontrol utama, panel kontrol listrik, tirai untuk samping kanan dan kiri plafon, dan listrik yang bisa bersumber dari PLN dan Genset.
Namun dikatakan Ahmadi bahwa pada kandang model sistem tertutup tetap masih bisa dijumpai kegagalan-kegagalan.
Kegagalan dimaksud akibat desain kandang yang kurang tepat, kurang memahami manajemen kandang tertutup, kurangnya perawatan peralatan kandang, permasalahan kipas terkait mutu dan kuantitasnya, sumber penerangan terkait sering padamnya, luas inlet yakni perbandingan luas area dengan kuantitas kipas yang dimiliki, program minimalisasi amoniak yang kurang efektif, posisi kandang satu dengan yang lainnya yang kurang diperhatikan, serta pemasangan tirai yang kurang rapat.
Dari sisi produktivitas sejauh ini kandang sistem tertutup terbukti memberikan performa terbaik bila dibandingkan dengan kandang sistem terbuka.
Sementara itu Ir Jarot Rustanto juga dari Charoen Pokphand Indonesia menyatakan bahwa untuk ayam petelur sistem kandang tertutup mampu meningkatkan performa baik produksi telur maupun kualitas telur.
Di samping itu, kontrol penyakit menular lebih mudah diantisipasi bila dibandingkan dengan kandang sistem terbuka. Terkait kualitas telur, Jarot menjelaskan bahwa telur yang dihasilkan warnanya coklat seragam, kerabang telur cukup keras, keretakan telur cukup rendah, warna kuning telur cerah, bentuk kuning telur cembung, dan putih telur cukup kental bila dibandingkan dengan telur yang dihasilkan layer dengan sistem terbuka.
Source:www.majalahinfovet.com/27 Januari 2010
Tambahan dokumentasi oleh Tim KILAS PETERNAKAN
“Ini merupakan prestasi yang saat ini diraih oleh beberapa peternak binaan saya di daerah Jawa Timur yang sudah menerapakan sistem pemeliharaan dengan sistem kandang tertutup ini,” jelas Jarot.
Di samping itu, harga telur dari kandang tertutup berbeda jauh dengan harga telur yang diproduksi dari kandang sistem terbuka.
Lalu apa kendalanya? Modalkah atau kemauan peternak? Bila modal, ini merupakan alasan yang kurang tepat karena secara ekonomi, biaya per ekor ayam untuk ayam broiler hanya Rp 19.350 yang disesuaikan dengan usia ekonomi kandang dimaksud.
Labels: peternakan
MODEL PENGEMBANGAN PETERNAKAN SEDERHANA OLEH PARA PETERNAK
Sunday, January 24, 2010
Oleh: Dr. Ir. H. Soemitro Arintadisastra MEd
Dalam upaya meraih swasembada daging yang dicita-citakan tahun 2014, masyarakat peternak perlu dilibatkan. Ternyata berdasarkan penglihatan, pengamatan dan observasi Dr. Ir. H. Soemitro Arintadisastra Med, semasa menjadi Kepala Biro Perencanaan Bimas (1989-1994), Direktur Bina Program Tanaman Pangan & Hortikultura (1994-1997) dan Staf Ahli Mentan (1997-1999), Tenaga Ahli di DPR (2000-2004) dan sebagai Tenaga Teknis Tim Media semasa Menteri Dr. Ir. Anton Apriyantono banyak model-model yang dikembangkan oleh peternak di berbagai daerah. Disajikan secara sederhana untuk menjadi motivasi bagi peternak lain.
Paling tidak dengan membaca tulisan ini peluang apa yang dapat dikembangkan di satu daerah, lebih mudah dilaksanakan.
1. Model Madiun: Pengembangan Rumput dan Peningkatan Pendapatan
Madiun adalah salah satu kabupaten yang memiliki konsep sederhana praktis dan dapat menghijaukan dalam waktu yang relatif singkat, dalam menyediakan pakan ternak, sekaligus meningkatkan pendapatan petani, peningkatan daerah dan melakukan penghijauan. Tekniknya sebagai berikut:
Pemerintah daerah menyediakan bibit rumput ”King Grass” atau rumput gajah dan bibit mangga aromanis; Di tepi jalan/bahu jalan dengan jarak 10 meter ditanami mangga aromanis; tidak menggunakan varietas lain, varietas mangga harus sama dan seragam agar tercipta kawasan mangga aromanis yang bisa diekspor; Apabila jalannya sempit, jalan desa maka pohon mangga ditanam secara zig-zag; Di antara tanaman mangga, ditanami tanaman rumput ”King Grass” atau rumput gajah; Sistem bagi hasil: agar petani bertanggung jawab untuk memelihara dan menjaga pohon mangga, agar tidak dicuri, maka dilakukan bagi hasil, hasil mangga dibagi sebagai berikut: 30% hasil panen mangga untuk petani yang menghadapi pohon mangga; 30% hasil mangga untuk Pemda Kabupaten; 40% dari hasil untuk desa dan kecamatan, masing-masing mendapat 20%.
Konsep bagus tersebut dibuat oleh Bupati Madiun waktu itu yang mantan Kepala Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur. Kunci keberhasilan: petani dan petugas menikmati hasil keberadaan program ini; Peternak sangat dibantu dengan tersedianya pakan/rumput gajah.
2. Model Agam: Pengembangan Program Inseminasi yang Komprehensif
Model Agam tekniknya sebagai berikut: Kandang berlantai semen bersih, karena selalu dibersihkan dan dekat kandang ada sumur bor; Sapi yang dipelihara, sapi hasil inseminasi jenis Anggos dan Limousine; Kotoran sapi dialirkan dan ditampung dalam bak semen; Lahan sekitar kandang ditanami ”King Grass” dan ”Elephant Grass” yang dipupuk dengan kotoran dan urine sapi; Berdekatan dengan rumah pemilik sapi ada Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan); Bukit Tinggi terkenal dengan kripik singkong ”Hanjai”, kulit singkong yang tidak beracun ini diberikan sebagai makanan sapi, sebagai ”tonikum” boleh juga diberi makan ampas tahu. Betapa tidak, sapi Anggos dan sapi Limaousine hasil inseminasinya dapat mencapai berat 1 ton.
3. Model Boyolali: Pengembangan Rumput
Daerah Boyolali memang daerah pengembangan ternak sapi perah. Di daerah Boyolali setiap langkah tanah yang dimanfaatkan untuk penanaman rumput gajah dan ”King Grass”. Tanaman rumput di Kabupaten Boyolali ditanam di galengan-galengan sawah, bahu-bahu jalan dan tegalan-tegalan. Sehingga penyediaan pakan ternak, di daerah ini tidak menjadi masalah.
Source:www.sinartani.com/18 Januari 2010
Dokumentasi oleh @ KILAS PETERNAKAN
Labels: peternakan
AMONIASI JERAMI UNTUK PAKAN TERNAK
Monday, January 18, 2010
SETIAP musim kemarau tiba, kekurangan kebutuhan hijauan makanan ternak (pakan) sungguh dirasakan oleh para penernak. Pasalnya, produksi hijauan pakan mengalami penurunan tajam atau hanya sekitar 50% dari produksi rata-rata per bulan.
Data menunjukkan, jerami padi di negeri kita sebagian besar (36-62%) dibakar petani atau dikembalikan ke tanah sebagai kompos. Untuk pakan berkisar antara 31-39%, sedangkan sisanya antara 7-16% digunakan untuk keperluan industri. Tiap hektare areal tanaman padi dapat menghasilkan rata-rata 3,86 ton/ tahun bahan kering jerami padi.
Dengan kata lain, sebagian besar produksi jerami tadi segera habis dibakar menjadi abu agar tanah dapat segera digarap untuk musim tanam berikutnya. Disadari atau tidak, pembakaran jerami ini membawa dampak negatif yang cukup luas.
Pertama, kita telah kehilangan bahan organik yang sengaja dibakar. Kedua, pembakaran terhadap ekologi tanah itu sendiri. Yang ketiga adalah efek terhadap polusi lingkungan bisa mengganggu kesehatan, terutama bila dekat dengan daerah pemukiman. Juga gangguan lalu lintas akibat asap, baik lalu lintas darat maupun udara.
Kerugian ekonomi akibat pembakaran tersebut ialah bahan organik yang sangat berguna habis terbakar. Lalu mikroorganisme tanah baik flora maupun fauna juga turut musnah hingga kesuburan tanah kian merosot. Dengan sendirinya ini diperlukan pemupukan yang lebih tinggi agar tanah tersebut tetap produktif. Akibatnya, biaya produksi menjadi tinggi dan makin tidak efisien.
Amoniasi
Sejumlah upaya teknologis ditempuh agar jerami padi bisa didayagunakan secara optimal. Langkah tersebut tak terbatas pada pengawetan saja, tapi juga peningkatan kualitasnya melalui teknologi amoniasi.
Untuk mengolah jerami padi dengan amoniak, ada tiga sumber yang bisa digunakan, yaitu NH3 dalam bentuk cair, NH4OH dalam bentuk larutan, dan urea dalam bentuk padat. Satu-satunya sumber NH3 yang murah dan tersedia di mana-mana (di segala pelosok pedesaan) adalah urea.
Karakteristik jerami ditandai dengan rendahnya kandungan nitrogen, kalsium, dan fosfor, sedangkan kandungan serat kasarnya termasuk tinggi. Hal ini mengakibatkan daya cerna rendah dan konsumsinya menjadi terbatas.
Kandungan zat gizi jerami padi yaitu protein kasar 4,5%, serat kasar 35%, lemak kasar 1,55%, abu 16,5%, kalsium 0,19%, fosfor 0,1%, energi TDN (Total Digestible Nutrients) 43%, energi DE (Digestible energy) 1,9 kkal/kg (Siregar, 1995).
Daya cerna jerami padi yang rendah disebabkan proses liginifikasi, lignoselulosa, dan lignohemiselulosa yang sulit dicerna. Itu karena tingginya kandungan silikat.
Ingat, jerami padi mengandung nitrogen dan karbohidrat yang rendah. Dalam pembuatan pakan amoniasi jerami padi perlu ditambahkan urea dan tetes (molasses). Urea dapat digunakan untuk memerbaiki kandungan nitrogen jerami padi yang sekaligus pula mampu meningkatkan konsumsi dan daya cernanya.
Kemampuan ternak ruminansia (seperti: sapi, kerbau) dalam memanfaatkan urea dalam pakan perlu diimbangi dengan pemberian bahan yang kaya karbohidrat, seperti tetes. Tetes merupakan bahan yang terbaik sebagai sumber energi di samping berperan membantu fiksasi nitrogen urea dalam rumen. Juga, fermentasinya menghasilkan asam lemak atsiri yang merupakan sumber energi yang penting untuk biosintesis dalam rumen ternak ruminansia.
Cukup Praktis
Teknik pembuatan amoniasi jerami padi cukup praktis. Pertama, jerami padi dipotong-potong dalam ukuran sebesar 5 cm dan sebarkan di atas hamparan plastik yang telah disiapkan. Air dan urea sebanyak 4% dari jerami padi yang akan diamoniasi diaduk di dalam ember. Kalau jerami yang akan diamoniasi itu dalam keadaan kering maka perbandingan antara urea dengan air adalah 1:25.
Kedua, siramkan adukan tadi ke hamparan jerami padi di atas plastik. Penyiraman harus merata dan homogen. Lantas, masukkan campuran tadi ke dalam kantung-kantung plastik yang telah disiapkan dan ikat erat ujungnya.
Ketiga, simpan kantung-kantung plastik yang telah berisi jerami padi di tempat khusus. Tempat penyimpanan harus bersih, tidak lembab, tidak kena sinar matahari langsung, dan tak terkena air hujan ataupun rembesan air. Keempat, setelah empat minggu, silase jerami padi sudah dapat digunakan sebagai pakan ternak ruminansia.
Ketika akan diberikan kepada ternak, jerami padi hasil amoniasi itu dicampur dengan tetes dan mineral. Jumlah tetes yang dipergunakan sekitar 1,6 kg/ ekor/ hari. Sebelum dicampur dengan mineral, tetes diencerkan menggunakan air dengan perbandingan 1:2. Lalu campur mineral sebanyak 3-5% dari berat jerami amoniasi yang akan diberikan ke setiap ternak. Campuran tetes dengan mineral tadi dimasukkan ke dalam alat penyemprot dan disiramkan ke jerami amoniasi.
Dalam penggunaannya, silase jerami padi yang diamoniasi jangan langsung diberikan pada ternak. Tapi, bukalah kantung plastik yang berisi silase jerami padi itu dan biarkan beberapa jam sebelum diberikan kepada ternak.
Tujuannya, menghilangkan bau menyengat dari urea yang telah mengalami amoniasi dalam jerami padi tersebut. Bau yang menyengat itu akan mengurangi daya konsumsi ternak.
Seyogyanya, hijauan yang telah mengalami proses amoniasi diberikan frekuensi 6-8 kali sehari semalam. Hindari pemberian hijauan yang sekaligus dalam jumlah ba-nyak, sebab berakibat menurunkan konsumsi sehingga akan banyak hijauan yang terbuang. Peningkatan frekuensi pemberian pakan, termasuk hijauan, dapat meningkatkan konsumsi dan kecernaan bahan kering pakan.
Dengan demikian, masih ada harapan bahwa melalui teknologi amoniasi pada jerami padi dapat sebagai solusi untuk mendongkrak mutu jerami sebagai pakan ternak.
Pada gilirannya, diharapkan mampu mendongkrak produktivitas ternak dan mengangkat pendapatan penernak di musim kemarau. (Ir Agus Wariyanto, SIP, MM, Ketua Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) Cabang Jawa Tengah I -80)
Source:www.suaramerdek.com/4 Agustus 2008
Labels: peternakan
SILASE DAUN JAGUNG UNTUK TERNAK
SILASE merupakan teknologi pengawetan hijauan makanan ternak (HMT) yang telah dikampanyekan pemerintah sejak 1975. Prinsip silase adalah memfermentasi bahan HMT, sehingga lebih kaya nutrisi, lebih mudah dicerna ternak serta memiliki daya cerna yang lebih baik, dan bisa disimpan dalam waktu lama (3-6 bulan).
Kalau hal ini bisa dimaksimalkan para petani / peternak, tentu mereka tak perlu kesulitan mencari HMT di musim kemarau. Produksi ternak (daging / susu) pun tidak terganggu. Kalangan peternak di Eropa, yang kondisi iklimnya lebih ekstrem, daripada
Indonesia tak pernah terganggu dalam penyediaan HMT karena sudah terbiasa mengaplikasikan teknik silase.
Sayangnya, sampai saat ini kalangan petani / peternak di negeri ini cenderung tak berminat. Tingkat pendidikan jelas memengaruhi pola pikir (mindset) dalam merencanakan masa depan ternaknya.
Dulu bahan yang digunakan umumnya rumput gajah, yang tumbuh subur di musim hujan dan ’’menghilang’’ di musim kemarau. Mungkin petani / peternak beranggapan, persediaan rumput di musim hujan melimpah, mengapa harus membuat silase?
Akibatnya, rumput gajah dibiarkan diberikan dalam keadaan segar. Tetapi, biasanya, mereka kelabakan ketika musim kemarau tiba, karena tak banyak lagi tersedia rerumputan.
Sebenarnya, petani / peternak juga dapat menggunakan daun jagung sebagai bahan silase. Daun jagung, yang selama ini diberikan dalam bentuk segar (terutama kepada kambing), relatif tersedia sepanjang tahun.
Dicacah-cacah Untuk membuat silase, pilihlah daun jagung dari tanaman berumur 90 -100 hari. Daun jagung dicacah-cacah dengan panjang 10 - 50 mm.
Pencacahan ini mempunyai dua tujuan. Pertama, dapat mengurangi kadar air sehingga lebih mudah dipadatkan yang berguna untuk mengeluarkan oksigen. Kedua, menyeragamkan ukuran bahan agar kondisi hijauan lebih padat dan kedap udara.
Pembuatan silase dilakukan di dalam silo. Silo dapat terbuat dari kantung plastik untuk bagian dalam dan karung plastik untuk bagian luar. Hal ini untuk menciptakan suasana anaerob dalam pembuatan silase yang paling sederhana. Jika memiliki modal lebih banyak, Anda dapat membuat silo yang lebih baik. Bisa terbuat dari drum, tembok (semen), maupun silo tanah.
Proses fermentasi memerlukan starter untuk merangsang perkembangan bakteri asam laktat. Starter bisa berupa tetes tebu (molase) atau gula pasir, yang sangat diperlukan apabila bahan dasarnya kurang mengandung karbohidrat. Dapat pula dibantu dengan bahan kimia (asam formiat), apabila kandungan air dari bahan cukup tinggi.
Semua bahan yang diperlukan dicampur secara merata. Setelah rata betul, campuran ini dimasukkan ke karung plastik yang dilapisi kantong plastik, sedikit demi sedikit, sehingga padat.
Tekanlah agar udara di dalam plastik keluar, dan tak memungkinkan udara dari luas masuk. Setelah dipastikan tidak ada celah untuk udara keluar-masuk, kantung plastik diikat secara rapat. Jika tidak padat dan rapat, bisa merusak kualitas silase yang dihasilkan.
Anaerob Ikatan harus rapi dan kuat di setiap bagian, baik saat mengikat kantung plastik maupun karung plastik. Jangan sampai ada gelembung udara di dalam kantung plastik atau silo tadi. Hal ini bertujuan agar kondisi di dalam silo dalam keadaan anaerob (tanpa udara).
Dalam kondisi tertutup rapat, bahan disimpan dan bisa ditumpuk. Waktu penyimpanan dan proses fermentasi terjadi selama 3 minggu (21 hari).
Setelah melewati umur penyimpanan ini, silase dapat tahan disimpan selama 3-6 bulan asalkan jangan dibuka-tutup. Setelah disimpan 3 minggu, bahan dapat dibuka untuk diberikan kepada ternak. Kualitas silase dapat diketahui dari keadaan fisiknya, yaitu harum dan tidak basah.
Kalau mau diberikan kepada ternak, sebaiknya diangin-anginkan dulu selama satu jam. Jika tak segera diberikan, jangan dibuka dulu agar silase tetap tahan lama.
Saat diberikan kepada ternak, kantung plastik jangan sering dibuka-tutup. Dalam sehari hanya boleh dibuka sekali (untuk konsumsi pagi dan sore sekaligus). Kalau sering dibuka tutup, kualitas silase akan cepat rusak.
Ternak yang belum terbiasa makan silase diberikan sedikit demi sedikit, dicampur dengan HMT yang biasa dimakan. Tapi jika sudah terbiasa, dapat diberikan seluruhnya sesuai dengan kebutuhan. Peternak pun tak perlu lagi menjumpai krisis HMT, termasuk di musim kemarau. (Amanah-32)
Source:http://suaramerdeka.com/10 Juli 2009
Dokumentasi oleh Dedy
Labels: peternakan
Sapi Lokal Kita Bisa Bersaing dengan Bakalan Impor
Saturday, January 16, 2010
Oleh Dirjen Peternakan Tjeppy D Soedjana
Sudah tiga kali ini Departemen Pertanian merivisi target tahun pencapaian swasembada daging sapi. Apa yang terjadi?
Target tahun tercapainya swasembada daging sapi memang sudah tiga kali kita revisi. Pertama, kita ingin mencapainya pada tahun 2005. Latar belakangnya, kita punya keinginan kuat karena komponen impor daging sapi makin meningkat.
Kedua, swasembada daging sapi ingin kita capai pada 2010. Pada periode kedua ini sudah disusun komponen apa saja yang dominan untuk mencapai
swasembada, hanya masih kita lakukan di tingkat Direktorat Jenderal Peternakan (Ditjennak). Kita mengamati juga, pada periode ini, upaya mencapai swasembada daging sapi masih berbasis sumberdaya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan didistribusikan dana ke daerah. Ada 18 propinsi yang dijadikan propinsi potensial produksi sapi.
Pada tahap ketiga ini, swasembada daging ingin kita capai pada tahun 2014. Pada tahap ini kita sudah masuk ke kontrak kinerja Menteri Pertanian dengan Presiden. Blue print (cetak biru) ini masuk program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II.
Apa yang membedakan pada upaya swasembada daging sapi tahun 2014 dengan sebelumnya?
Pengalaman dari yang lalu-lalu, membuat kita sekarang berpikir holistic (menyeluruh), juga mengikutsertakan yang di luar Deptan. Ada studi bahwa peran Deptan hanya 24 persen dalam pencapaian swasembada daging ini. Makanya di sini kita berusaha masuk ke aspek pengaturan, investasi, keuangan dan makro.
Sekarang ada tiga skenario untuk mencapai swasembada, yakni most likely (paling mungkin), optimistic dan pesimistik. Pada tahap ketiga ini, ada 20 propinsi yang menjadi sentra produksi sapi. Soal definisi propinsi potensial untuk produksi juga kita perbarui, di antaranya ada propinsi yang punya sumberdaya alam dan pakan, tapi ternak sapinya belum ada. Dulu pembagiannya, hanya wilayah inseminasi buatan (IB), kawin alam dan campuran. Sekarang, kita lihat kawasan yang punya sumberdaya tapi tak punya ternak.
Keterkaitan sektor lain bagaimana?
Yang agak berbeda juga pada tahap ini perbaikan aturan dan distribusi ternak dan daging. Kita sadar bahwa faktor dominan dari impor cukup besar, tanpa memperbaiki aturan akan sulit dibendung. Karena daging impor bisa didatangkan dalam waktu singkat dan cepat.
Source:www.sinartani.com/12 Januari 2010
dengan tambahan dokumen foto oleh Dedy
Labels: peternakan
Menjadikan Jateng Sentra Itik
Monday, January 11, 2010Oleh Dedy Winarto,S.Pt,M.Si
MENDENGAR ternak itik atau bebek, tentunya tidak asing bagi masyarakat Jawa Tengah terutama yang tinggal di sekitar pedesaan. Ternak itu cukup potensial dan tidak boleh hanya dipandang sebelah mata.
Apalagi sekarang ini, sumbangan ternak itik secara umum terhadap produksi telur nasional menurut Dr Rusfidra dari Fakultas Peternakan Andalas Padang cukup signifikan, yakni sebagai penyumbang kedua terbesar setelah ayam ras.
Produksi telur itik nasional telah mencapai 217.696 butir, atau 21,19% dari produksi telur ayam ras yang mencapai 1.027.586 butir. Mengapa ternak itik sebagai gagasan untuk menjadikan Jawa Tengah sebagai sentra itik nasional?
Ada beberapa alasan-alasan penting yang melandasi provinsi layak untuk dijadikan sebagai sentra budidaya dan pengembangan itik nasional.
Pertama, provinsi ini dikenal sebagai produsen telur asin terbesar nasional yang sudah dikenal luas baik lokal Jateng maupun secara nasional, yakni telur asin Brebes sebagai barometernya.
Kedua, provinsi ini sebagai produsen telur itik peringkat ke-2 nasional setelah Jawa Barat.
Menurut data BPS Pusat (2008), produksi telur itik tertinggi dihasilkan oleh Jawa Barat dengan total produksi mencapai 42.726 butir disusul Jawa Tengah 31.747 butir, ke-3 Kalimantan Selatan (23.402 butir),dan ke-4 Jawa Timur (17.561 butir).
Ketiga, di Jawa Tengah dikenal ada 2 jenis itik ”bebek” khas lokal daerah Jateng yakni itik tegal (Anas javanica) yang banyak dijumpai di daerah Tegal, Brebes, dan daerah sekitarnya (pantura) dan itik magelang di daerah Magelang, Temanggung, Purworejo, dan sekitarnya (Kedu).
Keempat, budidaya ternak itik identik dengan pedesaan. Dengan mengaitkan visi dan misi Gubernur yakni Bali Ndesa Mbangun Desa sepertinya relevan untuk membangun perekonomian pedesaan melalui upaya memajukan agribisnis ternak itik ”bebek” sebagai salah satu alternatif bentuk penerapannya.
Dari segi permintaan, masih cukup tinggi. Apalagi sekarang ini, produk-produk ternak itik bukan hanya telur saja yang diminati tetapi juga dagingnya. Atasi Kendala
Selama ini, budidaya pengembangan itik masih terkendala masalah klasik. Kendala tersebut seperti misalnya pemeliharaan masih tradisional ekstensif (diumbar), sulitnya mencari bibit day old duck (DOD) unggul serta pengetahuan peternak yang masih rendah.
Padahal untuk itik magelang misalnya, dulunya mempunyai kemampuan memproduksi telur yang baik, bahkan beberapa penelitian membuktikan kemampuan produksi telur dapat mencapai 250ñ300 butir/ekor/tahun.
Namun, menurut hasil penelitian Ir Luthfi Djauhari Mahfudz MSc Phd (2005) dari Laboratorium Ilmu Ternak Unggas FP Undip, sekarang sangat sulit untuk mendapatkan itik yang mampu bertelur di atas 150 butir/ekor/tahun.
Penurunan ini akibat dari tidak adanya seleksi calon induk-pejantan unggul dan belum adanya program pembibitan (breeding) yang baik. Sehingga lama kelamaan kualitas itik Magelang baik secara genetik maupun fenotipe diduga menurun.
Di sisi lain, sistem pemeliharaan itik secara tradisional ekstensif memiliki banyak kekurangan.
Diperlukannya lahan yang luas, itik yang diumbar berpotensi mengganggu tanaman pertanian yang baru ditanam, membutuhkan tenaga kerja untuk pengembalaan sontoloyo, serta tingginya risiko itik terkontaminasi pestisida.
Selain itu, ada beberapa upaya alternatif pengembangan terpadu peternakan itik rakyat skala kecil sampai menengah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi dan populasi itik yang ada sekarang.
Pertama, model penyediaan bibit itik DOD. Pada model ini yang menjadi sasaran adalah daerah sentra bibit itik agar mampu menyediakan bibit yang dibutuhkan peternakan skala kecil sampai menengah secara kontinyu.
Sebagai penyedia bibit unggul, model ini memerlukan adanya sistem seleksi induk sebagai calon tetua dan inseminasi buatan (IB) untuk sarana perkawinan yang mampu mempercepat penyediaan bibit.
Kedua, model pelestarian plasma nutfah.
Dalam model ini lebih diarahkan pada pelestarian ternak itik-itik berbasis lokal asli ”murni” khas daerah asal masing-masing. Seperti itik magelang dan itik tegal asli yang nantinya sebagai sumber plasma nutfah unggulan provinsi ini.
Ketiga, model pengembangan sistem bagi hasil. Pada jenis model ini, peternak itik hanya menyediakan kandang dan tenaga kerjanya saja untuk memelihara itik dari pemilik modal. Sistem ini memerlukan kesepakatan yang saling menguntungkan antara peternak dengan pemilik modal. (10)
— Dedy Winarto SPt MSi, dosen Universitas Boyolali
Telah diterbitkan di harian umum Suara Merdeka edisi cetak Selasa, 24 November 2009
Labels: peternakan
Mendorong Swasembada Susu
Author Dedy Winarto,S.Pt,M.Si
Membaca Potensi pengembangan sub sektor peternakan khususnya sapi perah memiliki prospek yang cerah.
Padahal tahun sebelumnya yakni tahun 2003 pemerintah pernah menerapkan BM susu impor sebesar 5 persen. Kebijakan tersebut dirasa sudah cukup melindungi produsen susu domestik. Namun, pada Januari 2009 mengapa justru kebijakan baru BM tersebut muncul dan menjadikan BM susu pada posisi 0 persen?
Ironisnya, dibebaskannya bea masuk tersebut diputuskan melalui Peraturan Menteri Keuangan RI No. 145 Tahun 2008 tertanggal 7 Oktober 2008 dan diperbarui dengan Permenkeu No. 119 Tahun 2009 tertanggal 13 Februari 2009. Padahal dalam peraturan World Trade Organization (WTO), bea masuk susu impor akan menjadi nol persen pada tahun 2017 mendatang.
Hal ini jelas menunjukkan betapa minimnya perhatian dan perlindungan pemerintah terhadap peternak perah.
Perlu Subsidi
Saat ini yang jadi persoalan utama adalah harga, kuantitas dan kualitas susu. Perlu ada upaya-upaya konkrit untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas susu agar mampu meningkatkan kesejahteraan peternak. Harga susu di tingkat peternak sekarang ini berkisar Rp 2.500-3.100/liter, padahal sebelumnya masih dalam kisaran Rp 2.500-3.400/liter SM (28/5).
Untuk melindungi para peternak sapi perah domestik agar tetap survive dan tidak terus merugi, pemerintah dituntut untuk meninjau kembali Permenkeu baru tersebut dan memberlakukan kembali bea masuk susu impor demi melindungi keberlangsungan peternak sapi perah dalam negeri.
Mengutip pernyataan Direktur Operasional Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Rozak Astira di Mediaindonesia.com (27/5), idealnya bea masuk susu impor adalah 10 persen untuk memproteksi produsen susu lokal.
Selain itu, penting juga dengan memberikan subsidi bagi peternak. Jika ada subsidi, diharapkan peternak sapi perah rakyat masih memperoleh margin keuntungan walaupun ada risiko penurunan harga pembelian susu segar oleh Industri Pengolahan Susu (IPS).
Selama ini, subsidi langsung untuk bidang sub sektor peternakan khususnya peternak sapi perah belum pernah ada. Berbeda halnya dengan subsidi yang diberikan kepada sektor pertanian. Petani menikmati subsidi pupuk, subsidi bunga kredit program, dan subsidi benih. Padahal sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian. Jadi dalam hal ini seolah-olah seperti dianak tirikan.
Arah Kebijakan
Produksi susu dalam negeri menurut Mentan Anton Apriantono (2007) baru mampu menyediakan sekitar 30 persen dari total kebutuhan susu dalam negeri yakni sebesar 570 ribu ton per tahun.
Jika memang penyediaan susu domestik masih rentan, seharusnya ini menjadi sebuah peluang bagi para peternak perah untuk terus digiatkan dan melakukan upaya-upaya konkrit seperti peningkatan populasi, mempermudah import bibit sapi perah unggul, subsidi pakan dan berupaya untuk exspansi di luar jawa yang tampaknya hingga saat ini masih sangat lamban perkembangan peternakan sapi perahnya. Bukannya justru mematahkan semangat para peternak dengan membiarkan BM 0 persen tanpa adanya subsidi dan perhatian khusus dari pemerintah terhadap para peternak domestik. Ini sama artinya dengan menghancurkan peternak sapi perah secara perlahan-lahan.
Agar kuantitas dan kualitas produksi susu yang dihasilkan peternak domestik dapat terus ditingkatkan, maka perlu kerjasama bersama antara peternak, koperasi, IPS dan juga pemerintah untuk menanganinya. Disamping itu, perlu ditunjang kebijakan-kebijakan yang pro peternak kecil, seperti:
Pertama, pemerintah perlu memberikan dukungan nyata untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas susu kepada para peternak perah. Daya saing susu yang dihasilkan peternak hanya akan dapat ditingkatkan apabila produktivitas dan kualitas tersebut ditingkatkan. Untuk itu, penelitian dan pengembangan khususnya mengenai teknis dan manajemen produksi perlu ditingkatkan. Gerakan nasional seyogianya diikuti dengan aktivitas nyata berupa bantuan antara lain dalam bentuk pelatihan dan penyuluhan budidaya sapi perah yang baik, mendorong tersedianya bibit sapi unggul, kemudahan untuk pemanfaatan lahan, akses dan ketersediaan modal, serta pengembangan beragam industri pengolahan susu sehingga harga di tingkat peternak menjadi relatif lebih stabil.
Kedua, perlu dibentuk wadah kemitraan yang jujur dan memperhatikan kepentingan bersama antara peternak, koperasi susu dan industri pengolahan susu (IPS), sehingga pengembangan agribisnis berbasis peternakan dapat berjalan dengan baik. Semua pihak yang terkait haruslah saling membutuhkan dan saling menguntungkan. Ini dapat diwujudkan melalui sistem contract farming, dimana terdapat keterpaduan dari berbagai unsur baik peternak, koperasi, industri/pemodal maupun pemerintah.
Ketiga, koperasi susu perlu didorong dan difasilitasi agar dapat melakukan pengolahan sederhana susu segar, antara lain yakni pasteurisasi dan pengemasan susu segar, pengolahan menjadi yogurt, keju dan sebagainya. Hal ini tentunya disertai dengan program promosi secara luas kepada masyarakat, terutama anak-anak, tentang manfaat mengkonsumsi susu segar dan produk-produk olahannya. Pendirian pabrik pengolahan susu yang dimiliki gerakan koperasi juga perlu didorong.
Keempat, Pemerintah Pusat maupun Daerah idealnya mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang pro sektor pertanian khususnya subsektor peternakan agar mampu memperkuat posisi tawar peternak sapi perah melalui pengembangan agribisnis berbasis sub sektor peternakan. Diantaranya dengan mempermudah impor bibit sapi perah, menghapuskan retribusi yang menyebabkan biaya produksi bertambah mahal, menghapuskan pajak pertambahan nilai bila pengolahan masih dilakukan oleh peternak, serta pemberlakuan tarif bea masuk terhadap susu impor untuk melindungi produksi dalam negeri hingga tahun 2017 saat WTO diterapkan.
Kelima, mengefektifkan kinerja dewan persusuan nasional agar dapat merangkul seluruh stakeholder persusuan termasuk IPS yang mengatur regulasi harga dan penyerapan susu yang berpihak pada peternak rakyat.
Harapannya, dengan berbagai upaya kebijakan tersebut mampu melindungi nasib para peternak perah domestik yang selama ini masih terpinggirkan sekaligus kedepannya nanti Indonesia bisa mempersiapkan diri untuk mampu berswasembada susu.
Dedy Winarto,S.Pt,M.Si Alumnus Program Beasiswa unggulan Depdiknas, Program Studi Magister Ilmu Ternak Undip,dosen PTS di Jateng dan Penulis aktif dimedia massa.
Labels: peternakan
Prospek 2010 Beras dan Jagung Tetap Untung
Harga beras dan jagung tahun depan diprediksi akan tetap menguntungkan pelaku usaha karena HPP gabah akan naik 10%, sementara harga jagung tetap stabil.
Agenda pembangunan pertanian 2010 dari pemerintah adalah memperkuat ketahanan pangan melalui peningkatan produksi tanaman pangan, seperti beras, jagung, dan kedelai. Peningkatan produksi ini dilakukan dengan jalan perluasan areal pertanian dan perbaikan produktivitas. Peningkatan produktivitas dilakukan dengan pemberian subsidi sarana produksi, perbaikan irigasi, perbaikan teknologi, dan ketersediaan saprodi.
Demikian diucapkan Sutarto Alimoeso, Dirjen Tanaman Pangan, Deptan. Ia menambahkan, usaha peningkatan produksi juga sangat terkait dengan perkembangan harga hasil panen, khususnya padi dan jagung. “Jika harga bagus, tentunya petani akan semakin banyak menanam padi dan jagung. Begitu pula sebaliknya,”ucapnya.
Soal harga, misalnya padi berikut beras yang dihasilkannya, telah diatur melalui Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan HPP beras. Sedangkan jagung tidak diatur spesial oleh pemerintah, tetapi melalui mekanisme harga pasar. Oleh sebab itu, Dirjen yakin, selama harga masih bagus bagi pelaku usaha padi dan jagung, tentunya akan tetap memberikan keuntungan usaha.
Sependapat dengan Sutarto, F. Alexander FW, pengelola PT Teora Triberkah Abadi, perusahaan pengembang jagung di Sukabumi, Jabar. Ia mengakui, harga jagung yang memang membaik sepanjang tahun ini telah membuat minat pelaku usaha bercocok tanam jagung meningkat. “Harga yang cukup stabil membuat prospek bisnis pengembangan jagung terus meningkat, buktinya banyak yang berminat investasi tanam jagung tahun ini,” ucap Alex, sapaan akrabnya.
Demikian pula, Yoyo Suparyo, Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Pamanukan, Subang, mengatakan, usaha tanam padi memang harganya sudah ditentukan melalui HPP. Sejauh ini HPP masih memberikan keuntungan bagi pelaku usaha.
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Tabloid AGRINA versi Cetak volume 5 Edisi No. 119 yang terbit pada Rabu, 6 Januari Desember 2010.
Source:www.agrina-online.com/4 Januari 2010
Labels: peternakan
DARI RAKORTEKNAS DITJEN PETERNAKAN
Program Swasembada Daging Sapi telah dicanangkan tiga kali, yakni pertama kali tahun 2005, kedua tahun 2010 dan ketiga tahun 2014. Sehingga momentum yang strategis ini perlu dilaksanakan mendapatkan dukungan seluruh masyarakat. Keberhasilan swasembada daging 2014 perlu dilakukan secara terfokus di daerah dengan terobosan baru, sehingga program tersebut berhasil.
Hal ini ditegaskan Menteri Pertanian Ir. H. Suswono MMA di depan peserta Rapat Koordinasi Teknis Nasional (Rakorteknas) Ditjen Peternakan yang diselenggarakan di Bandung, Rabu malam (9/12).
Rakorteknas yang diikuti para pejabat Eselon II Ditjen Peternakan, UPT Ditjen Peternakan, Kepala Dinas Peternakan seluruh propinsi, dan lain-lain, di antaranya bertujuan untuk mendiskusikan hasil monitoring dan evaluasi kegiatan pembangunan peternakan, serta mewujudkan komitmen dalam pencapaian swasembada daging 2014.
”Presiden sudah mencanangkan swasembada daging dan kita wajib melaksanakan serta malu rasanya dan jika kita berusaha Tuhan akan memberi jalan”, kata Menteri Pertanian dengan penuh semangat dan bersedia mundur pada tahun 2014 apabila swasembada daging tidak berhasil.
Anggaran Ditingkatkan
Menurut Menteri Pertanian, sub sektor peternakan mempunyai peran yang sangat penting, yakni sebagai penyediaan lapangan kerja, penyediaan pangan, protein hewani, bahan pangan, dan bahan baku untuk industri, dan lain-lain. Oleh karena itu revitalisasi peternakan perlu dilaksanakan dengan meningkatkan anggaran.
Peran strategis merupakan kesepakatan bersama dan perlu dimanfaatkan, sehingga kita perlu membuat blue print yang baik dan meyakinkan. Dalam blue print tersebut perlu dicantumkan apa target yagn hendak dicapai. Apabila sudah berhasil harus siap ekspor untuk memberi pangan di dunia, sehingga kita akan disegani Negara lain.
Dalam kegiatan pembangunan pertanian di samping kelestarian swasembada beras dan swasembada daging sapi tahun 2014, serta percepatan diversifikasi pangan yang merupakan kesejahteraan petani juga perlu ditingkatkan. “Petani kita yang pada umumnya memiliki lahan 0,3 hektar perlu memperoleh subsidi dan melakukan integrasi usaha pemeliharaan ternak di samping tanaman pangan”, kata Ir. H. Suswono lebih lanjut.
Source:www.sinartani.com/14 Desember 2009
Labels: peternakan
Manajemen Hatchery: Dari Sebutir Telur Menjadi DOC
Wednesday, January 06, 2010www.poultryindonesia.com. Hatchery sebagai salah satu rangkaian usaha pembibitan merupakan pintu utama sebelum DOC dipasarkan. Guna menghasilkan DOC yang berkualitas, perlu ada seleksi ketat yang dilakukan bertahap agar diperoleh keseragaman produksi yang muaranya adalah kualitas. Penentuan kualitas DOC dimulai dari grade, umur indukan, berat telur, proses penetasan, packing dan terakhir suara pelanggan. Inti dari seleksi tersebut adalah mencapai keseragaman, baik untuk mendapatkan telur tetas maupun di level budidaya.Keseragaman kualitas telur tetas juga memengaruhi kinerja mesin. Telur dengan berat dan ukuran sama akan memudahan setting dan kontrol yang berimbas pada produksi panas dari mesin tetas akan lebih merata dan stabil.Dalam hal grade, setiap perusahaan memiliki kebijakan yang berbeda. Penentuan grade DOC biasanya berdasarkan usia indukan yang bisa disimpulkan menjadi bibit muda, menjelang puncak produksi, puncak produksi dan menjelang penurunan produksi atau disebut bibit tua.Disamping berdasarkan usia indukan, grading juga bisa ditentukan dari perkembangan fisiologis ayam. Meski umur indukan sudah masuk dalam grade usia tertentu, namun jika berat telur tetasnya tidak sesuai standar maka pihak hatchery dapat memutuskan telur tersebut tidak ikut ditetaskan. Namun jika merujuk pada Standar Nasional Indonesia (SNI) maka berat DOC FS minimal 37 gram atau 65% dari berat telur tetas. Berdasar SNI pula, setiap bibit yang dihasilkan harus bebas pullorum.Dalam hal prosedur packing DOC dan pendistribusian yang baik, harus dilengkapi data-data yang sesuai dengan yang tertera di box DOC. Data tersebut meliputi strain, jumlah, tanggal menetas, garansi bebas penyakit pulorum dan petugas penentuan grade DOC. Pada box DOC sesuai standar kebutuhan seperti ventilasi, kepadatan dan keselamatannya. Selain itu, alat transportasi pengiriman DOC dilengkapi dengan peralatan ventilasi untuk menjaga kenyamanan anak ayam selama dalam pengiriman dan pengiriman DOC segera setelah packing selesai.
Meski begitu, pencapaian kualitas yang baik tidak dapat diraih jika tidak menerapkan biosekuriti terutama untuk hal sanitasi dan fumigasi. Sebelum menjadi DOC, telur tetas sudah mengalami beberapa kali sanitasi dan fumigasi mulai dari seleksi di kandang hingga selama proses penetasan. Fungsinya adalah membunuh bibit penyakit dan mencegah tumbuhnya jamur Aspergillus.Telur tetas yang berasal dari kandang indukan harus diseleksi dengan kualifikasi bukan telur inap dan tingkat kekotoran. Bahkan telur yang meski tingkat kekotorannya masih ditoleransi tetap dikelompokkan tersendiri agar tidak “mengganggu” kualitas telur yang lain.Selama proses penetasan sistem ventilasi juga harus diperhatikan. Kipas penarik udara dari luar harus dipastikan bekerja normal. Jika tidak, udara yang diambil juga udara panas Pemanasan yang tidak merata atau terlalu panas akan membuat DOC tetas prematur. Imbasnya, jarak waktu pull chick juga lebih panjang. DOC yang terlalu lama di penetasan akan mengalami dehidrasi, kaki kering dan selanjutnya memengaruhi keseragaman dan pertumbuhan di level budidaya. Faktor yang lain adalah memperhatikan titik krusial dalam penetasan, yakni tiga hari sebelum menetas di mana mulai berfungsinya paru-paru sebagai organ pernafasan. Pada saat itu, sirkulasi udara dan fluktuasi suhu di dalam hatchery harus benar-benar terkontrol dengan baik.Dan terakhir adalah suara konsumen, baik buruknya kualitas DOC yang dihasilkan suatu breeding farm adalah mampu menujukkan performanya ketika dipelihara. Jika selama dipelihara memiliki performa yang buruk, maka perlu ada intropeksi terhadap manajemen budidaya. Oleh karenanya, perlu ada standarisasi selama budidaya terutama mulai DOC datang hingga selama fase brooding. Namun jika semua hal yang dilakukan oleh peternak sudah benar, maka perlu ada kontrol di level breeding. Source:www.poultryindonesia.com
Admin by Kilas Peternakan
@ Januari 2010
Labels: peternakan
Tips Merawat Burung Kakak Tua
Monday, January 04, 2010“Spesies burung yang ada di Kebun Binatang Ragunan sekitar 270 spesies. Kebanyakan hasil penangkaran dan mengembang-biakan sendiri atau tukar menukar burung yang berbeda dari kebun binatang lain untuk menambah koleksi yang ada”, ujar Wahyudi Bambang, Bagian Promosi Bidang Rekreasi Pelayanan Publik Kebun Binatang Ragunan, Jakarta.
Ada beberapa spesies di antaranya termasuk burung langka yakni burung merak biru, jalak bali, dan kakatua.
Perkembang-biakan burung di Kebun Binatang Ragunan dilakukan secara alami untuk burung kakatua cukup dengan mengamati perilaku. Bila bertelur akan dierami selama 28-35 hari. ”Jumlah anak kakatua sudah banyak, ada beberapa kelahiran yang kita amati di sini, setiap burung perawatannya berbeda-beda dari yang lainnya”, jelas Wahyudi.
Sunaryo salah satu perawat burung Ragunan mengatakan, merak biru adalah burung yang perawatannya sangat mudah dan tidak merepotkan, sedangkan burung kakatua adalah binatang yang luar biasa setia, bulu mereka sangat lembut dan indah. ”Burung ini sangat pintar dan ingin tahu”, imbuhnya.
“Burung kakatua senang pamer diri dan membuat tingkah lucu dengan membentangkan sayapnya, kepalanya naik turun, menari dan berteriak. Mereka sangat aktif dan selalu ingin tahu mengenai lingkungan sekitarnya”, jelas Sunaryo yang setiap hari-harinya merawat burung di Ragunan.
Burung kakatua, tumbuh sehat sebagai hewan peliharaan jika tuannya menyediakan banyak waktu dan perhatian kepadanya. Burung merasa bosan bila ia bersuara melengking dan mencabuti bulunya sendiri. ”Saya di sini selain membersihkan dan menjaga burung terkadang saat memberi makanpun saya ajak bermain”, ungkapnya.
Burung ini berkelakuan sangat berbeda dibanding burung lainnya. Mereka lebih banyak mempunyai warna bulu burung yang sewarna, seperti putih atau hitam dan mereka mempunyai kepala yang tegak lurus, kemampuan bergerak mengikuti sesuatu. Paruhnya sangat besar, kuat dan mudah menghancurkan objek.
Source: http://sinartani.com/28 Desember 2009
Admin by Kilas Peternakan
@ Januari 2010
Labels: peternakan