Anda Pengunjung Ke-

free counter

Konsultasi Peternakan

KILAS INFORMASI

KAMI SIAP MENDAMPINGI ANDA
SILAHKAN DIPILIH JASA PELATIHAN DIBIDANG PETERNAKAN
KONTAK KAMI SEGERA Dedy Winarto,S.Pt,M.Si CONTACT PERSON: 0853 2672 1970 E-mail : dedy_good@yahoo.co.id>

LINK JURNAL

PERUSAHAAN PETERNAKAN

TUKAR LINK/BANNER

Topik yang menarik dalam website ini?

free counters
"SELAMAT DATANG DIWEBSITE KILAS PETERNAKAN, MEDIA ONLINE SEPUTAR DUNIA PETERNAKAN ANDA"

PENGUMUMAN

KRITIK DAN SARAN KONTEN WEB
Jika Konten Web tidak berkenan atau Dilarang Oleh Pemerintah
Kirim e-mail: Dedy_good@yahoo.co.id
Web ini hanya sebagai sarana berbagi Informasi, Pengetahuan dan wawasan Semata. Informasi Lebih lanjut Tlp 0853 2672 1970(No SMS).
SEMOGA BERMANFAAT

Lagi-lagi Impor Jagung

Wednesday, December 22, 2010


Sampai September saja, impor sudah mencapai 1,006 juta ton, meningkat 333% dibanding tahun lalu yang 400 ribu ton.Berharap untung dari menanam jagung, ternyata malah buntung. Itulah yang dialami petani jagung di daerah Pajangan, Kabupaten Bantul, DI Jogjakarta. Dari 56 ha yang ditanami jagung kesemuanya gagal panen. Ini karena lahannya, berada di bagian terendah dari hamparan, sehingga tidak memungkinkan membuang air yang melimpah ke sana.

Padahal produktivitas jagung di daerah tersebut lebih dari 8,7 ton per ha “Petani jagung yang masih bisa panen, biasanya berada di bagian hamparan yang miring (lereng). Agar bisa panen, petani di hamparan datar mengoptimalkan sistem pembuangan air dengan membuat got lebih daripada biasanya,” jelas Ngadimun SP, Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) setempat kepada TROBOS beberapa waktu lalu.

Ngadiya, petani jagung dari desa Triwidadi, Pajangan, Kabupaten Bantul mengungkapkan terganggunya produksi jagung akibat amburadulnya musim tanam. Sudah empat tahun petani di wilayahnya merasakan efek perubahan iklim global terhadap pola tanam. Dan yang terparah di 2010 ini. “Efek terbesar dari perubahan itu bukan hanya kegagalan panen, tapi karena kebingungan petani menentukan jenis tanaman yang akan ditanam di lahannya. Tidak bisa lagi seperti dulu, berpola tanam jagung-padi-jagung. Ketika sebagian petani mengganti tanam jagung dengan padi ternyata lebih berhasil karena hujan turun sepanjang musim kemarau,”ungkap Ketua Kelompok Tani Sumber Mulya ini.
Kondisi cuaca itulah yang ikut menyebabkan industri pakan terkendala pasokan jagung. Itu pula yang menyebabkan perkiraan impor jagung untuk pakan di 2010 meningkat tinggi, 1,5 juta ton. Sampai September 2010 saja, impor sudah mencapai 1,006 juta ton, meningkat 333% dibanding tahun lalu yang 400 ribu ton. “Kami kesulitan mendapatkan bahan baku jagung lokal. Impor tinggi mungkin karena kegagalan panen dalam negeri. Padahal kalau dalam kondisi normal impor jagung itu ada tapi tidak banyak,” jelas Ketua Umum GPMT (Asosiasi Produsen Pakan Indonesia), Sudirman.
Sudirman berpendapat, produktivitas yang rendah dan cuaca ekstrim menyebabkan gagal panen. Bahkan di beberapa daerah seperti di Jawa Tengah ada yang kena banjir sebelum panen. Ditunjang pula pemeliharaan jagung yang skala rakyat membuat produksi tidak maksimal. Bahkan di daerah Lampung banyak yang mengkonversi lahan jagung menjadi lahan singkong.

Muchlizar Murkan, pejabat Kementan, menjelaskan, produksi jagung agak turun karena hujan yang berkepanjangan akibat cuaca ekstrim. Apalagi kalau jagung ada musim tanamnya, sehingga panen tidak rata setiap bulan. Ada saat panen melimpah dan ada saat panen sedikit. “Jadi, kalau industri makanan ternak kesulitan jagung, kesulitannya kapan ? Jangan digeneralisir,” tandasnya.

Pelaksana Tugas Direktur Budidaya Serealia Ditjen Tanaman Pangan itu menjelaskan, pada bulan tertentu seperti November – Desember panen sedikit. Tapi pada rentang Januari – April jagung melimpah. “Mestinya industri makanan ternak punya sistem penyimpanan. Disaat panen raya jagung dibeli dan disimpan, ketika tidak ada panen dikeluarkan. Memang ada biaya penyimpanan tapi kan tidak perlu impor,” kilahnya.

Sementara itu, Vice President PT Charoen Pokphand Indonesia, Desianto Budi Utomo mengungkapkan, industri makanan ternak lebih menyukai jagung lokal karena lebih segar, kandungan pigmen warna kuningnya lebih tinggi, dan biaya transportasi bisa ditekan. “Kita lebih suka jagung lokal namun persoalannya jagungnya tidak ada,” tandas pria yang akrab disapa Desi ini.

Sekretaris Jenderal Dewan Jagung Nasional, Maxdeyul Sola berpendapat, industri makanan ternak impor jagung karena telah memprediksi produksi dalam negeri akan turun akibat keterlambatan pertanaman di 2009 yang menyebabkan luas areal tanam tidak tercapai. “Mereka (industri makanan ternak, Red) tidak mau kehilangan kesempatan. Kalau produksi dalam negeri turun, stok pun kosong , mau tidak mau ya harus impor,” Sola.

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Prabowo Respatiyo Caturroso, menambahkan, impor jagung oleh industri pakan merupakan fenomena sekaligus realitas meski Indonesia dikenal sebagai negeri agraris. Karenanya, “Kita harus bekerja sama untuk meningkatkan produksi jagung apalagi ke depan kebutuhannya akan terus meningkat,” katanya.
Faktor China
Dalam hal jagung, ujar Prof Budi Tangendjaja, faktor China tak bisa dikesampingkan. Peneliti dan pemerhati industri makanan ternak dari Balitnak (Balai Penelitian Ternak) Bogor itu mengungkapkan, peningkatan pendapatan per kapita secara tak langsung, membuat stok jagung China tidak cukup. Dalam rentang April – September 2010 China akhirnya mengimpor 1,4 juta ton. “Kalau China sampai membeli puluhan juta ton jagung, siapa yang bisa memasok ? Karenaitu kalau China terus menerus mengimpor harga jagung dunia dipastikan naik,” kata Budi.

Selengkapnya baca di Majalah TROBOS Edisi Desember 2010
source:www.trobos.com/22 Desember 2010,tambahan image by Kilas Peternakan

0 comments:

KILAS PETERNAKAN ON FACEBOOK