Sampai September saja, impor sudah mencapai 1,006 juta ton, meningkat 333% dibanding tahun lalu yang 400 ribu ton.Berharap untung dari menanam jagung, ternyata malah buntung. Itulah yang dialami petani jagung di daerah Pajangan, Kabupaten Bantul, DI Jogjakarta. Dari 56 ha yang ditanami jagung kesemuanya gagal panen. Ini karena lahannya, berada di bagian terendah dari hamparan, sehingga tidak memungkinkan membuang air yang melimpah ke sana.
Padahal produktivitas jagung di daerah tersebut lebih dari 8,7 ton per ha “Petani jagung yang masih bisa panen, biasanya berada di bagian hamparan yang miring (lereng). Agar bisa panen, petani di hamparan datar mengoptimalkan sistem pembuangan air dengan membuat got lebih daripada biasanya,” jelas Ngadimun SP, Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) setempat kepada TROBOS beberapa waktu lalu.
Ngadiya, petani jagung dari desa Triwidadi, Pajangan, Kabupaten Bantul mengungkapkan terganggunya produksi jagung akibat amburadulnya musim tanam. Sudah empat tahun petani di wilayahnya merasakan efek perubahan iklim global terhadap pola tanam. Dan yang terparah di 2010 ini. “Efek terbesar dari perubahan itu bukan hanya kegagalan panen, tapi karena kebingungan petani menentukan jenis tanaman yang akan ditanam di lahannya. Tidak bisa lagi seperti dulu, berpola tanam jagung-padi-jagung. Ketika sebagian petani mengganti tanam jagung dengan padi ternyata lebih berhasil karena hujan turun sepanjang musim kemarau,”ungkap Ketua Kelompok Tani Sumber Mulya ini.
Kondisi cuaca itulah yang ikut menyebabkan industri pakan terkendala pasokan jagung. Itu pula yang menyebabkan perkiraan impor jagung untuk pakan di 2010 meningkat tinggi, 1,5 juta ton. Sampai September 2010 saja, impor sudah mencapai 1,006 juta ton, meningkat 333% dibanding tahun lalu yang 400 ribu ton. “Kami kesulitan mendapatkan bahan baku jagung lokal. Impor tinggi mungkin karena kegagalan panen dalam negeri. Padahal kalau dalam kondisi normal impor jagung itu ada tapi tidak banyak,” jelas Ketua Umum GPMT (Asosiasi Produsen Pakan Indonesia), Sudirman.
Sudirman berpendapat, produktivitas yang rendah dan cuaca ekstrim menyebabkan gagal panen. Bahkan di beberapa daerah seperti di Jawa Tengah ada yang kena banjir sebelum panen. Ditunjang pula pemeliharaan jagung yang skala rakyat membuat produksi tidak maksimal. Bahkan di daerah Lampung banyak yang mengkonversi lahan jagung menjadi lahan singkong.
Muchlizar Murkan, pejabat Kementan, menjelaskan, produksi jagung agak turun karena hujan yang berkepanjangan akibat cuaca ekstrim. Apalagi kalau jagung ada musim tanamnya, sehingga panen tidak rata setiap bulan. Ada saat panen melimpah dan ada saat panen sedikit. “Jadi, kalau industri makanan ternak kesulitan jagung, kesulitannya kapan ? Jangan digeneralisir,” tandasnya.
Pelaksana Tugas Direktur Budidaya Serealia Ditjen Tanaman Pangan itu menjelaskan, pada bulan tertentu seperti November – Desember panen sedikit. Tapi pada rentang Januari – April jagung melimpah. “Mestinya industri makanan ternak punya sistem penyimpanan. Disaat panen raya jagung dibeli dan disimpan, ketika tidak ada panen dikeluarkan. Memang ada biaya penyimpanan tapi kan tidak perlu impor,” kilahnya.
Sementara itu, Vice President PT Charoen Pokphand Indonesia, Desianto Budi Utomo mengungkapkan, industri makanan ternak lebih menyukai jagung lokal karena lebih segar, kandungan pigmen warna kuningnya lebih tinggi, dan biaya transportasi bisa ditekan. “Kita lebih suka jagung lokal namun persoalannya jagungnya tidak ada,” tandas pria yang akrab disapa Desi ini.
Sekretaris Jenderal Dewan Jagung Nasional, Maxdeyul Sola berpendapat, industri makanan ternak impor jagung karena telah memprediksi produksi dalam negeri akan turun akibat keterlambatan pertanaman di 2009 yang menyebabkan luas areal tanam tidak tercapai. “Mereka (industri makanan ternak, Red) tidak mau kehilangan kesempatan. Kalau produksi dalam negeri turun, stok pun kosong , mau tidak mau ya harus impor,” Sola.
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Prabowo Respatiyo Caturroso, menambahkan, impor jagung oleh industri pakan merupakan fenomena sekaligus realitas meski Indonesia dikenal sebagai negeri agraris. Karenanya, “Kita harus bekerja sama untuk meningkatkan produksi jagung apalagi ke depan kebutuhannya akan terus meningkat,” katanya.
Faktor China
Dalam hal jagung, ujar Prof Budi Tangendjaja, faktor China tak bisa dikesampingkan. Peneliti dan pemerhati industri makanan ternak dari Balitnak (Balai Penelitian Ternak) Bogor itu mengungkapkan, peningkatan pendapatan per kapita secara tak langsung, membuat stok jagung China tidak cukup. Dalam rentang April – September 2010 China akhirnya mengimpor 1,4 juta ton. “Kalau China sampai membeli puluhan juta ton jagung, siapa yang bisa memasok ? Karenaitu kalau China terus menerus mengimpor harga jagung dunia dipastikan naik,” kata Budi.
Selengkapnya baca di Majalah TROBOS Edisi Desember 2010
source:www.trobos.com/22 Desember 2010,tambahan image by Kilas Peternakan
MENU UTAMA
KILAS INFORMASI
LINK JURNAL
PERUSAHAAN PETERNAKAN
Topik yang menarik dalam website ini?
PENGUMUMAN
KRITIK DAN SARAN KONTEN WEBJika Konten Web tidak berkenan atau Dilarang Oleh Pemerintah Kirim e-mail: Dedy_good@yahoo.co.idWeb ini hanya sebagai sarana berbagi Informasi, Pengetahuan dan wawasan Semata. Informasi Lebih lanjut Tlp 0853 2672 1970(No SMS).SEMOGA BERMANFAAT |
Lagi-lagi Impor Jagung
Wednesday, December 22, 2010Labels: pertanian, peternakan
Motivasi Petani: Mendukung Swasembada Kedelai 2012
Wednesday, September 09, 2009Tanaman kedelai berkembang sejak tahun 1970an, dan mencapai puncak pada tahun 1992 dengan produksi 1,8 juta ton, dan sejak tahun tersebut produksi dan luas tanam menurun sampai pada titik terendah, sehingga kebutuhan kedelai dalam negeri dipenuhi dari impor. Krisis pangan dan energi dunia yang terjadi dua tahun terakhir, diiringi dengan terjadinya kelangkaan kedelai di pasaran dunia, menjadikan harga kedelai melambung tinggi, sehingga produsen produk kedelai (tempe, tahu, kecap) kekurangan pasokan bahan baku.Kelangkaan kedelai mendorong pemerintah menggalakkan penanaman kedelai dengan berbagai program perluasan areal tanam, yang bertujuan untuk meningkatkan luas panen dan produksi. Sasaran utama perluasan areal tanam adalah pada wilayah-wilayah yang pernah menjadi sentra produksi kedelai.Salah satu wilayah yang pernah menjadi sentra produksi kedelai adalah Provinsi Lampung. Namun, saat ini komoditas pangan yang dominan diusahakan di lahan kering Provinsi Lampung adalah jagung dan singkong. Untuk kedua komoditas tersebut, lahan kering telah dimanfaatkan sangat intensif, dimana rantai pemasaran kedua komoditas tersebut telah stabil dan tidak ada masalah dibanding kedelai, karena tersedianya beberapa pabrik pakan dan tepung tapioka yang menampung seluruh produksi jagung dan ubikayu. Hasil jagung di wilayah tersebut saat ini bisa mencapai 6-8 ton/ha pipilan kering, dengan harga jual sekitar Rp 1.200,- sampai 1.500,- di tingkat petani, dengan penghasilan bersih sekitar 5-7 juta rupiah, yang relatif lebih tinggi dibanding usahatani kedelai.
Lebih lanjut kunjungi www.sinartani.com
@ September 2009 READ MORE......
Labels: pertanian
Memajukan Bengkoang Prembun
Thursday, July 16, 2009Oleh Dedy Winarto
Telah diterbitkan di Suara Merdeka edisi cetak Kamis, 16 Juli 2009
JIKA melewati jalan raya Prembun di Kabupaten Kebumen, di kiri dan kanan jalan raya, Anda akan bertemu dengan banyak pedagang bengkoang. Jarak pedagang satu dengan yang lain tidak terlampau jauh, yakni antara 1 hingga 20 meter. Uniknya, bengkoang di daerah ini selalu ada sepanjang tahun. Tidak mengherankan jika daerah ini identik dengan bengkoang.
Bengkoang (Pachyrhizus Erosus) adalah suatu terna merambat, berdaun majemuk dan beranak daun delapan. Ia masih merupakan salah satu anggota famili leguminoceae. Bunga-bunga tersusun dalam satu tandan yang panjangnya 15-25 cm, buah berbulu halus berbentuk polong dan berisi empat-sembilan biji, umbi akar putih, berbentuk gasing yang kulitnya mudah dikupas.
Perbanyakan dilakukan melalui stek batang, umbi maupun biji yang biasa ditanam di atas bedengan-bedengan di tanah sawah.
Biji bengkoang memerlukan waktu 1-3 minggu untuk berkecambah. Setelah umur satu bulan, tanaman diberi tonggak panjang sebagai penunjang untuk merambat agar diperoleh umbi yang besar. Umbi bengkoang umumnya dipanen setelah tanaman berumur 6-11 bulan.
Bengkoang atau bengkuang dikenal dari umbi (cormus) putihnya yang bisa langsung dimakan dalam bentuk buah segar, sebagai rujak, asinan atau dijadikan masker untuk menyegarkan wajah dan memutihkan kulit.
Di Kebumen, menurut data BPS Kebumen (2005-2007) ada empat Kecamatan sentra produksi bengkoang yang total produksinya berkisar 5,020-7,030 ton per tahun yakni, Prembun, Mirit, Bonorowom dan Padureso.
Dari keempat kecamatan tersebut, Prembun sebagai produsen bengkoang tertinggi dengan luas lahan pada 2007 sekitar 72 Ha dengan produksi mencapai 3,278 ton per tahun, Mirit 18 Ha dengan produksi 838 Kuintal per tahun kemudian Bonorowo 11 Ha dan produksi 528 Kuintal per tahun disusul Padureso 8 Ha dengan produksi 376 Kuintal per tahun.
Penataan Lapak
Ada sekitar 28 lapak tempat berdagang para pedagang bengkoang yang terbuat dari bambu berjajar dipinggir jalan Raya Prembun. Dari lapak-lapak yang ada jumlahnya pasang surut. Tidak semua lapak aktif. Ada beberapa lapak yang sudah rusak dan tidak terawat lagi yang kemungkinan memang telah ditinggalkan pemiliknya.
Lapak-lapak yang rusak dan dibiarkan begitu saja bisa mengurangi keindahan kota karena terletak persis ditepi jalan raya. Pemerintah seharusnya membantu penataan lapak dengan terobosan membuat lapak-lapak semipermanen yang baik, nyaman, dan tertata rapi.
Ditinjau dari prospeknya, bengkoang cukup menjanjikan apalagi jika dikemas dengan baik. Ini bisa dilihat dari banyaknya pedagang bengkoang yang selalu ada sepanjang tahun. Harga bengkoang di tingkat pedagang dijual bervariasi antara Rp 5.000-Rp 8.000 per ikat.
Di samping itu, hal yang lebih penting lagi adalah bengkoang sudah menjadi produk khas yang identik dengan daerah Kebumen khususnya Kecamatan Prembun dan sekitarnya. Seperti halnya Jepara yang terkenal dengan durian Petruk, Demak terkenal dengan belimbing montoknya, demikian pula beberapa daerah lain di Jateng terdapat buah-buahan yang identik dengan daerah tersebut.
Dengan demikian sudah seharusnya apabila Pemerintah Kabupaten untuk lebih memperhatikan nasib dan keberlangsungan pasar bengkoang, para petani bengkoang agar lebih maju dan terus mengupayakan perluasan pemanfaatan produk bengkoang (diversifikasi).
Pengolahan
Secara umum bengkoang sudah terkenal digunakan sebagai bahan baku campuran berbagai produk baik kecantikan atau kosmetik, makanan seperti rujak dan lain sebagainya. Namun kenyataannya, di Kebumen sendiri belum terlihat nyata adanya langkah upaya pengembangan pemanfaatan bengkoang ini.
Pengolahan bengkoang menjadi jus atau minuman kesehatan seperti yang pernah digagas oleh Angkatan Muda Nasionalis Demokrat (AMND) Kebumen (SM, 22/12/2004) silam juga perlu ditindaklanjuti. Dengan dukungan produksi bengkoang yang mencapai lebih dari 7 ton per tahun sudah cukup memungkinkan. Dan tentu produksi bisa diperbesar lagi jika semakin menguntungkan para petani bengkoang.
Pengembangan dalam skala home industri juga cukup bagus. Dengan diversifikasi produk dari bahan asal bengkoang, nantinya pedagang tidak hanya menjual bengkoang segar saja tetapi juga ada jus bengkoang maupun keripik bengkoang bila produk-produk ini benar-benar bisa dikembangkan.
Usaha ini nantinya mampu memberikan banyak dampak positif diantaranya menyerap banyak tenaga kerja, meningkatkan taraf perekonomian masyarakat petani dan juga pedagang bengkoang. Dengan mengolahnya menjadi minuman kemasan jus buah bengkoang, kripik bengkoang, dan lain sebagainya akan semakin meningkatkan nilai jual dari hanya sekadar berjualan buah bengkoang segar saja.
Kripik bengkoang cukup potensial. Selain memiliki rasa yang cukup enak, juga memiliki tingkat kerenyahan yang bagus sebagai sebuah komoditas perdagangan makanan olahan. Namun, karena kendala permodalan usaha kripik bengkoang ini terkesan timbul tenggelam. Aspek permodalan yang tinggi dalam usaha ini akan menyulitkan pengusaha keripik bengkoang untuk mengembalikan modal usaha yang ditanamnya.
Soal kualitas, keripik bengkoang tak perlu disangsikan lagi. Namun sayang dari sisi ekonomi, saat ini masih sulit untuk dijadikan sebagai produk usaha yang menguntungkan karena keterbatasan modal dan tidak ada pembinaan.
Peran dan perhatian khusus pemerintah kabupaten sangat diperlukan agar usaha para petani dan pedagang bengkoang lebih maju. (35)
—Dedy Winarto, mahasiswa S2 Pascasarjana Undip asal Kebumen
Admin by Dedy,S.Pt
@ Juli 2009
Labels: pertanian