MENU UTAMA
KILAS INFORMASI
LINK JURNAL
PERUSAHAAN PETERNAKAN
Topik yang menarik dalam website ini?
PENGUMUMAN
KRITIK DAN SARAN KONTEN WEBJika Konten Web tidak berkenan atau Dilarang Oleh Pemerintah Kirim e-mail: Dedy_good@yahoo.co.idWeb ini hanya sebagai sarana berbagi Informasi, Pengetahuan dan wawasan Semata. Informasi Lebih lanjut Tlp 0853 2672 1970(No SMS).SEMOGA BERMANFAAT |
Limbah Pertanian Sebagai Pakan Ternak
Friday, June 01, 2012
Oleh Dedy Winarto,S.Pt,M.SI
Salah satu andalan sumber hijauan pakan ternak di daerah lahan kering adalah limbah pertanian, baik dalam keadaan segar maupun dalam keadaan kering seperti halnya jerami.
Pengembangan peternakan sangat terkait dengan pengembangan suatu wilayah. Jawa Tengah memiliki potensi cukup besar dalam pengembangan peternakan. Popuasi ternak pernah dikenal sebagai lumbung ternak khususnya ternak sapi, dengan kemampuan memasok ternak ke daerah lain dalam rangka pengadaan
ternak nasional. Saat ini permintaan ternak kurang mampu terpenuhi yang kemungkinan disebabkan oleh rendahnya kemampuan produksi ternak bibit, akibat terjadinya perkawinan kedalam yang berlangsung cukup lama, semakin menurunnya produktivitas ternak yang ditunjukkan dengan menurunnya berat karkas, dan terbatasnya kuantitas dan kualitas pakan.
Salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan peternakan di Sulawesi Selatan adalah ketersediaan sumberdaya pakan untuk ternak. Namun demikian, padang penggembalaan sebagai penyedia pakan hijauan cenderung berkurang setiap tahun. Di lain pihak, telah terjadi perubahan fungsi lahan yang sebelumnya sebagai penyedia sumber pakan menjadi lahan sawah/pertanian untuk memenuhi tuntutan penyediaan pangan akibat semakin meningkatnya jumlah penduduk. Peningkatan luas lahan pertanian memberikan implikasi terhadap peningkatan luas areal panen tanaman pangan. Meningkatnya intensifikasi tanaman pangan mengakibatkan peningkatan produksi limbah tanaman pangan.
Potensi Limbah
Jumlah produksi bahan kering limbah tanaman pangan di Sulawesi Selatan adalah 5.883.996 ton bahan kering, dengan persentase produksi terbesar adalah jerami padi sebesar 73.29% (4.312.125 ton) diikuti jerami jagung 19.68% (1.157.874 ton), jerami kacang tanah 3.03% (178.206 ton) dan jerami kacang hijau 1.92 % (113.028 ton). Untuk pucuk ubi kayu, jerami kedelai dan jerami ubi jalar masing-masing 0.81%, 0,83% dan 0,45% dari total produksi limbah tanaman pangan di Sulawesi Selatan.
Beberapa kabupaten memiliki produksi limbah tanaman pangan yang lebih tinggi dibanding daerah lainnya. Lebih dari 50% produksi limbah tanaman pangan berada di kabupaten Bone 15.20 %, Pinrang 7.69 %, Wajo 7.64 %, Bulukumba 7.61%, Gowa 7.04 %, Jeneponto 6.56%, dan Sidrap 6.45 %. Produksi limbah tanaman pangan sangat terkait dengan musim panen dari masing-masing komoditi tanaman pangan dengan fluktuasi produksi yaitu jerami padi, jerami ubi jalar dan pucuk ubi kayu produksi tertinggi pada bulan Mei-Agustus, dilain pihak limbah tanaman pangan jerami jagung, jerami kedelai, jerami kacang hijau dan jerami kacang tanah produksi tertinggi dapat diperoleh pada bulan Januari-April.
Limbah tanaman pangan mampu menyediakan sumber pakan untuk ternak ruminansia di Sulawesi Selatan sebesar 2.580.700 ST (satuan ternak). Dengan demikian potensi produksi limbah tanaman pangan dapat menyediakan pakan untuk kebutuhan ternak ruminansia berdasarkan perhitungan kebutuhan bahan kering sebesar 2.580.700 ST. Potensi tersebut cukup besar untuk dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak ruminansia. Dengan jumlah daya dukung sebesar 2.580.700 ST dihubungkan dengan populasi ternak ruminansia di Sul Sel sebanyak 576.701 ST maka masih memungkinkan untuk penambahan populasi ternak ruminansia atau kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia sebanyak 2.004.000 ST.
Pemanfaatan Limbah oleh Peternak
Beberapa faktor yang menyebabkan tidak digunakan sebagai pakan oleh peternak adalah a) umumnya petani membakar limbah tanaman pangan terutama jerami padi karena secepatnya akan dilakukan pengolahan tanah untuk penanaman kembali khususnya pada lahan sawah beririgasi (intensif) dengan pola tanam lebih dari sekali dalam setahun, b) limbah tanaman pangan bersifat kamba sehingga menyulitkan peternak untuk mengangkut dalam jumlah banyak untuk diberikan kepada ternak, dan umumnya lahan pertanian jauh dari pemukiman peternak sehingga membutuhkan biaya dalam pengangkutan, c) tidak tersedianya tempat penyimpanan limbah tanaman pangan, dan peternak tidak bersedia menyimpan/menumpuk limbah di sekitar rumah/kolong rumah karena takut akan bahaya kebakaran.
Diolah dari berbagai sumber
Foto diambil dari bengkulu.litbang.deptan.go.id/akses tanggal 1 Juni 2012
lebih lanjut hubungi email kami di dedy_good@yahoo.co.id
Labels: peternakan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment